Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, October 7, 2013

PETINGGI PETINGGI YANG MISKIN NURANI

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

Bagi mereka, cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: “Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya” (2 Petrus 2: 22).

Ungkapan yang digunakan oleh Rasul Petrus ini merupakan lukisan para guru palsu yang sangat doyan berbuat dosa. Mereka mengumbar kata-kata hampa dan nafsu kecemaran. “Bagaikan anjing yang menjilat muntahnya, atau babi yang kembali ke kubangannya (tempatnya membuang kotoran)”, begitulah perilaku mereka, yang dilakukan terus-menerus tanpa rasa malu apalagi jera. Mereka sangat menikmati kebobrokan moralnya bahkan bangga dengan reputasi buruknya itu.

Kini, di sini, di negeri ini, risih rasanya karena kepada kita rakyat negeri dipertontonkan perilaku tak terpuji oleh para petinggi negeri. Di tengah maraknya gugatan dan tuntutan supaya supremasi hukum ditegakkan, yang hadir justru pelecehan. Di tengah kisruhnya isu pertambahan rakyat miskin, anggota dewan justru meminta kenaikan gaji. Bahkan dalam kedukaan mendalam karena tsunami di Aceh dan gempa di Nias, masih saja hadir berbagai tindak korupsi dan koruptor-koruptor baru.

Dan, ah… yang ini terasa sangat mengejutkan karena tokoh lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkenal cukup lantang dan sudah lama malang-melintang di “dunia bersih” mendadak tampil jorok dengan kalung korupsi. Mulyana W.Kusumah, salah seorang anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga mantan pendekar hak asasi manusia, kini menjadi terdakwa. Memang belum jelas hasil akhirnya, tapi yang pasti, bahwa dia ketangkap basah hendak menyogok anggota tim audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sungguh tak terbantah.

Siapa petinggi negeri atau lembaga yang bersih dan tidak korupsi di negeri ini? Jika itu pertanyaannya, jawabnya adalah: “Terlalu sulit mencari pejabat yang bersih, bak mencari jarum di tumpukan jerami.” Tapi yang pasti, banyak yang belum tertangkap basah. Atau mungkin sengaja dikeringkan? Maklum, negeri ini “penuh keajaiban” yang tidak terduga. Semua kegilaan ini semakin menggila, ketika terdengar L/C Pertamina tidak mencair karena dana kosong. Mengapa? Menurut Pertamina karena subsidi dari pemerintah belum diterima. Aneh bagi rakyat yang awam subsidi, karena yang pasti harga bahan bakar minyak (BBM) telah naik dan “sukses” mempersulit rakyat kecil untuk belanja kebutuhan sehari-hari.

Kalau subsidi pembelian kepada Pertamina saja tidak jelas, bagaimana nasib subsidi untuk pendidikan dan kesehatan bagi rakyat miskin sebagai dana kompensasi kenaikan BBM? Kita tak perlu tahu, karena Anda dan saya toh cuma rakyat. Kalau mau tahu, Anda harus menjadi petinggi negeri sekalipun pikiran Anda pendek sekali. Yang penting Anda mampu korupsi dan bagi-bagi rejeki. Nah, mungkin di sekitar itulah bercokolnya dana yang Anda tanya dan cari itu. Hanya, lagi-lagi tak ada yang tertangkap basah, atau tertangkap kering sekalipun, kecuali Mulyana Kusumah.

Lalu kapan ini akan berakhir? Yang pasti, banjir sudah, bangkrut sudah, tsunami sudah, gempa sudah, sudah multi-dimensi krisis, tapi korupsi dan manipulasi tetap eksis. Nah, kalau begini, bukankah penyakit babi sudah menghinggapi para petinggi negeri. Apakah salah jika mereka disebut para “petinggi babi”, yaitu para petinggi yang terus-menerus korupsi dan tak peduli pada jeritan rakyat banyak?

Petinggi yang seperti babi kembali ke kubangannya. Petinggi yang perilakunya tidak terpuji, yang masih bangga, merasa diri sebagai pahlawan dan sekadar korban, dan sanggup tampil senyum penuh bisa. Petinggi yang sudah kehilangan hati nurani, dan tidak mampu membeli gantinya. Maklum, harga hati nurani kini amat sangat tinggi, tidak terbeli dan langka luarbiasa. Ini mengakibatkan barisan “para petinggi babi” semakin panjang. Semoga salah satu dari mereka itu bukan Anda! Dan kalaupun Anda ada di antaranya, sebelum hati nurani tergadai, lebih baik Anda melunasi utang (baca: stop korupsi), agar tidak menjadi “petinggi babi”. Karena babi pun tidak menginginkan petinggi seperti Anda, yang bisa-bisa juga mengkorup jatah makan mereka (para babi). Maklum, jika perut menjadi “tuan” yang sangat lapar dan tak dapat diajak kompromi, maka nafsu korupsi pasti tak terkendali.

Tapi, ah, ini yang lebih ngeri…Ternyata ada juga “petinggi babi” di lingkungan rohani. Ih, seram! Tapi bukankah itu yang dikatakan Petrus yakni guru-guru palsu, “si guru babi” yang doyan makan uang dengan memerah domba-dombanya.*

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer