Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Tuesday, October 8, 2013

Dengan Iman GUNUNG ITU PUN PINDAH

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

AKU berkata kepadamu, “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini; Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu” (Matius 17: 20).

Sebuah pernyataan yang sangat provokatif. Ya provokatif, karena sangat merangsang dan menantang keinginan yang luar biasa besarnya. Betapa tidak, bisa memindahkan gunung, itu hal yang luar biasa. Apalagi, hal ini bisa dilakukan hanya dengan iman sebesar biji sesawi saja. Biji sesawi itu sangat kecil, paling sebesar wijen. Perbandingan yang wah: iman yang kecil bisa menciptakan hal yang besar. David Copperfield, si pesulap kesohor itu saja tak pernah mampu melakukannya, kecuali menghilangkannya, dari pandangan mata.

Menghilangkan dan memindahkan adalah dua hal yang amat sangat berbeda. Masalahnya, dalam Alkitab tidak ada satu pun peristiwa atau kisah tentang nabi atau rasul yang sukses memindahkan gunung. Ada peristiwa Musa yang membelah Laut Teberau hanya dengan pukulan tongkatnya. Atau Elia yang berkata, dan kapak yang tenggelam pun segera muncul ke permukaan. Atau juga, Sadrakh, Messakh, dan Abednego, yang tak hangus dalam api yang dipanaskan tujuh kali lipat, yang justru malah menghanguskan sang petugas perapian.

Juga ada banyak peristiwa penyembuhan orang dari berbagai penyakit. Namun tak ada peristiwa gunung dipindahkan, apalagi hanya oleh sebuah perkataan. Lalu, apa maksud Alkitab dalm konteks ini? Sebuah pertanyaan yang menggoda. Yang pasti, ayat ini tak hendak mengajarkan pada orang percaya, bahwa mereka bisa tampil bagai pesulap hebat, yang bisa melakukan keinginan, kapan saja, dan di mana saja, termasuk memindahkan gunung sekalipun. Yesus tak mengajar orang beriman dengan berpusat pada diri, sehingga bermoto: kamu bisa, apa saja yang kamu mau. Iman tak berpusat pada kehendak diri, melainkan kehendak Ilahi. Bukan sekadar apa yang kamu imani pasti jadi, tetapi apakah iman kita sesuai atau tidak dengan kehendak Allah? (band. Yakobus 4: 3,13-17).

Nah, jika iman itu sesuai dengan kehendak Allah, maka apa saja yang kamu minta pasti akan diberi. Tapi ingat juga, iman yang sesuai dengan kehendak Allah, pasti bukan hal yang menyenangkan diri sendiri, melainkan kerinduan melakukan apa yang menjadi kehendak Allah dalam kehidupan ini. Iman sebesar biji sesawi menjadi sebuah kata bernilai tinggi. Sesawi di sini bukan seperti sayur sawi yang kita kenal. Ini adalah sejenis pohon yang tingginya bisa 3 meter dan sangat rindang, sehingga mengundang burung untuk hinggap. Ya, dari biji yang sangat kecil (hanya sebesar wijen), bisa tumbuh pohon besar, tinggi, dan rindang. Artinya, iman itu seperti biji sesawi, yang sekalipun tampak kecil tetapi mampu berdampak sangat besar. Iman yang benar menciptakan kenyataan yang benar, dan perubahan yang besar. Seperti memindahkan sebuah gunung, itu sangat nyata perpindahannya, dan tentu saja merupakan karya yang sangat besar. Tak bisa disembunyikan karena sangat nyata. Begitulah buah tindakan orang beriman.

Iman yang bisa memindahkan gunung, sungguh sebuah ungkapan yang bernilai tinggi. Apakah Anda seorang yang beriman? Tak perlu Anda teriakkan, apalagi memaksa orang untuk mengakuinya. Cukup dengan bertindak, dan buah iman ini pasti tampak nyata, menciptakan perubahan, dan pasti tak terbantahkan. Dan, itu cukup dengan iman sebesar biji sesawi saja. Wow, luar biasa bukan? Kehadiran orang percaya, di mana saja, dan kapan saja, pasti menciptakan perubahan besar, dan juga pasti tak terbantahkan. Yesus berkata, “Kamu adalah garam dan terang dunia”. Itulah kehadiran orang percaya. Nyata, senyata rasa garam dalam sayuran. Nyata, senyata terang di tengah kegelapan dunia. Jadi, kehadiran orang percaya pasti menciptakan perubahan yang menghasilkan perbaikan. Tak terbantah.

Yang menjadi pertanyaan penting adalah, apakah kehadiran kita berdampak pada lingkungan di mana kita berada? Inilah puncak keberimanan yang benar. Kesembuhan, jawaban doa atas berbagai masalah, adalah bagian dari proses pertumbuhan iman menuju puncaknya. Ini menjadi pengalaman penting, atas pemahaman yang benar. Yang membuat orang percaya semakin sadar atas penyertaan Allah, dan tentu saja sekaligus mendorong orang percaya untuk semakin setia mengikut Allah. Dan, yang paling penting dari beriman adalah semakin tertantang mengaktualisasi iman, dalam kehidupan bersama sesama manusia. Jadi, iman yang memindahkan gunung tak layak diselewengkan, seakan orang percaya bisa meminta dan melakukan apa saja sesuai keinginan diri. Sebaliknya, harus dipahami bahwa orang percaya harus menyadari panggilannya, mengubah kegelapan dunia lewat berbagai cara: Dari karunia-karunia Roh (1 Korintus 12:7-11) hingga yang terpenting, yaitu buah Roh (Galatia 5: 21-23).

Alkisah, di sebuah tempat di Jepang, ada pedesaan di balik gunung. Penduduk tak pernah melihat, apalagi menikmati terbitnya matahari pagi. Matahari selalu tampak setelah pukul 09.00 pagi. Di situ, seorang guru sekolah minggu berkisah tentang iman yang memindahkan gunung. Habis cerita, sungguh tak dinyana, anak-anak sekolah minggu meminta sang guru untuk mendoakan supaya gunung itu pindah agar mereka bisa menikmati matahari saat terbit. Sudah tentu si guru sekolah minggu terkesima, dan ciut dengan permintaan polos anak-anak itu. Namun dia juga tak punya penjelasan apa pun kepada anak-anak.

Akhirnya, dalam keadaan bingung, secara jujur dan pasrah, dia mengajak anak-anak berdoa bersama agar gunung itu bisa pindah. Setiap minggu, itu menjadi pokok doa mereka. Anak-anak sangat berharap pada kuasa Allah. Sementara sang guru cemas, karena tak tahu apa yang akan terjadi. Maklum, nalarnya tak mampu memahami kemungkinan gunung itu pindah. Tiga bulan kemudian, terjadi hiruk-pikuk, bunyi alat-alat berat di seputar gunung. Ternyata, ada pembangunan real estate yang memanfaatkan tanah dari gunung itu untuk menguruk tanah proyek. Ringkas cerita, sebagian dari gunung itu “terpangkas”. Dengan kata lain, tanpa diduga, doa anak-anak sekolah minggu dan gurunya kini menjadi kenyataan: gunung itu telah “pindah” dalam bentuk berbeda. Tapi yang pasti, kini mereka bisa menikmati matahari pagi.

Peristiwa ini membuat si guru merenung, namun juga makin memahami betapa iman itu penting dan luar biasa. Sementara anak-anak, diliputi rasa senang tak terhingga. Si guru makin setia melayani, dan imannya terus semakin bertumbuh oleh peristiwa “gunung pindah”. Entah siapa (guru atau murid), yang membuat gunung itu pindah, tapi yang pasti, itulah kemurahan Allah, yang mengubah si guru menjadi semakin setia dan anak-anak semakin ceria. Memang tidak ada yang mustahil bagi Allah. Bagaimana dengan Anda? Apakah iman sebesar biji sesawi itu ada pada Anda? Selamat memeriksa diri dan mendemonstrasikan nilai-nilai yang kristiani, sebagai bukti iman sebesar biji sesawi. Dan, “gunung itu pun pindah”, bukan lagi mimpi.

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer