Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Tuesday, October 8, 2013

TITIK PARADOKS IMAN

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

PARADOKS adalah kata yang semakin hari semakin penting, khususnya dalam konteks beriman. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi arti: pernyataan yang seolah-olah berlawanan dengan kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran.

Yesus adalah manusia sejati tetapi juga Allah sejati. Ini sebuah paradoks. Kontroversi perihal kebenaran ini sudah menjadi rahasia umum. Bagaimana mungkin DIA manusia tetapi juga Allah. Namun hakekat kebenarannya sangat kuat, karena DIA adalah Allah yang menjadi manusia, dan di sinilah titik paradoksnya yang perlu penggalian dan pemahaman mendalam. Tapi yang akan menjadi isu di sini bukan tentang Kristologi, ini hanya merupakan perangsang dalam memahami paradoks itu. Yang menjadi point pemikiran dalam tulisan ini adalah Rasul Paulus dalam pergumulan hidupnya yang terasa sangat sengit dan provokatif.

Dalam 2 Korintus 12: 7–10, Paulus mengungkapkan puncak pemahaman iman yang luar biasa saat berkata, “Di dalam Kristus, sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” Sebuah titik paradoks yang sangat terang. Cahaya pemahaman iman yang jenius. Paulus berucap bukanlah karena frustasi dengan realita hidup pelayanan yang dihadapinya. Dia juga bukan seorang pesimistis, karena nuansa optimistis sangat dominan dalam pemahamannya. Dia juga bukan seorang melankolis, tapi sebaliknya seorang koleris yang kuat. Apa yang dikatakan Paulus tak berkaitan dengan kondisi sosiologis maupun psikologisnya, melainkan sebuah pemahaman yang lahir dari pergumulan yang mendalam, dalam melayani Allah.

Kuat dalam kelemahan, tak mudah dipahami. Mengapa? Karena kuat adalah kuat, dan lemah adalah lemah, dua karakter berlawanan, tidak sejalan. Inilah paradoks, di dalam kelemahan ternyata kekuatan itu nyata, keduanya “berdamai”, menyatu menjadi harmoni. Namun awas, jangan salah mengerti, kelemahan dan kekuatan di sini ada dalam sebuah kesamaan kualitas. Artinya, Anda tak bisa mengatakan lemah (selalu berbuat dosa), namun kuat di dalam Tuhan. Sekalipun bisa saja Anda merasa kuat setiap kali berbuat dosa (dalam kuasa kegelapan).

Nah, kembali kepada Paulus, tentang apa yang disebutnya sebagai lemah. Ternyata ada sebuah duri (kesakitan atau penyakit), yang sangat mengganggunya. Paulus yang optimis, yang koleris, merasa sangat tersiksa. Dia bukan tipe menusia cengeng, tapi kesakitan itu begitu hebatnya, sehingga memaksa Paulus berteriak kepada Allah agar dilepaskan dari duri itu. Bukan hanya sekali, bahkan hingga tiga kali. Namun jawaban Allah baginya sangatlah luar biasa, “Cukuplah kasih karunia-KU bagimu.” Allah tak mengabulkan permintaan Paulus, rasul yang sangat dipakai Allah? Yang juga dipakai dalam banyak mukjizat dan penyembuhan?

Anda mungkin terhenyak, apalagi di kekinian masa, umat banyak disuguhi dengan doa bombastis yang berpusat pada diri dan disugesti yakin pasti diberi Allah. “Mari berdoa untuk menggerakkan Allah”, itu kalimat yang biasa mereka pakai. Sungguh berbeda dengan Paulus yang rasul asli. Maklum, yang lain selalu mengaku rasul, namun sangat berbeda dengan rasul, murid Yesus. Tak jelas apa yang mereka inginkan, uang, kekuasaan, kenikmatan, pengultusan, atau malah semuanya satu paket? Tapi, sangat jelas perbedaan mereka dengan rasul yang asli, baik dalam ajaran, motivasi, ataupun semangat menginjili.

Paulus tak memaksa Allah, cukup tiga kali, sudah membuatnya mengerti. Paulus tak berusaha memelintir perumpamaan janda dan hakim yang sering diterjemahkan sebagai doa yang tak berhenti sampai Allah memberi. Perumpamaan (baca: bukan peristiwa) yang sangat jelas pointnya itu adalah pertanyaan Yesus, adakah ia mendapati iman di Bumi (Lukas 18: 8). Konteks itu berbicara tentang sikap iman yang sejati yang percaya penuh pada pemeliharaan Allah, bukan cara berdoa yang terus-menerus, apalagi sampai Allah bisa berubah. Bukankah sebuah penghinaan mengatakan Allah berubah keputusan karena doa manusia? Karena itu berarti manusia lebih hebat dari Allah, hingga membuat Allah bisa mengubah rencana-Nya.

Sangat berbeda dengan semangat dan nilai iman Paulus, rasul asli, cukup tiga kali dia sudah mengerti. Duri yang sangat sakit, dipahami sepenuhnya sebagai anugerah Allah dalam memelihara dirinya, dan karena itu dengan tegas Paulus berkata, “Dalam kelemahanku nyata kekuatan Allah.” Allah telah membuat Paulus kuat bahkan dalam kelemahan sekalipun. Inilah iman. Sebuah paradoks, yang menggusur rasa kenikmatan satu arah, sekaligus yang menolong memahami keunikan pemeliharaan Allah atas umat Nya. Dan apa yang diajarkan Paulus sangat masuk akal.

Tak semua hidup berjalan mulus, kecuali kata mereka yang suka menipu, atau tak belajar kebenaran untuk berbicara tentang kebenaran. Umat kebanyakan memang lebih suka mendengar apa kata pengkhotbah, daripada membaca dan menggali pesan sejati Alkitab. Firman Allah seringkali bukan lagi apa kata Alkitab, melainkan apa kata pengkhotbah. Akibatnya, dalam kehidupan nyata tak sedikit umat lari dari realita, bersembunyi di balik ayat-ayat Alkitab yang telah diselewengkan maknanya. Umat hanya mau jalan mudah, itu sebab mereka suka pengkhotbah yang suka mengobral kata-kata, yang tak lagi murni dari Alkitab, melainkan Alkitab menurut mereka. Padahal dengan jelas dan sangat tegas, Yesus berkata kepada mereka yang mau mengikuti-Nya, “Sangkal dirimu, pikul salibmu dan ikutlah Aku.”

Paulus sangat memahami hal itu, sehingga mampu menikmati duri yang ada di tubuhnya. Paulus berdoa meminta, tapi tak pernah memaksa, apalagi berharap Allah akan berubah karena doanya. Paulus sadar betul itu dosa, itu sebab dia tak pernah mempersalahkan Allah. Bahkan Paulus terus-menerus mengajak umat untuk melihat kehormatan dalam penderitaan, dan kebahagian menghadapi pencobaan seperti juga diungkapkan Yakobus dalam suratnya pasal 1:2-3. Dalam perjalanan hidup yang panjang, ketika suka, duka, datang silih berganti. Ketika kehidupan seperti tak terkendali, kepahitan tak berhenti, haruskan Anda memaksa Allah untuk bertindak?

Belajarlah dari Paulus. Yang kita butuhkan adalah, percaya bahwa Allah tak pernah meninggalkan umat-Nya, bahkan dalam penderitaan sekalipun. Bahkan sebaliknya, dalam penderitaan Allah sedang menyapa Anda, dan Dia mau Anda menikmati, nikmatnya kebahagiaan penderitaan, sukacitanya kesedihan, kuatnya kelemahan. Jangan berburuk sangka pada pemeliharaan Allah. Tapi juga jangan tertipu, apalagi terlena dengan berbagai ajaran yang salah. Ada banyak titik-titik paradoks dalam keberimanan, namun ingat, iman menembus batas, ruang, dan waktu. Iman yang sejati tak berhenti pada kenikmatan diri melainkan kenikmatan ilahi. Biarlah terjadi di dalam kelemahanku, nyatalah kekuatan-Nya, titik paradoks penting dalam beriman, kecuali memang Anda beriman kepada yang lain, bukan kepada DIA Allah yang hidup. Selamat menikmati.q

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer