Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Monday, October 7, 2013

TIGA LANGKAH MENUJU JALAN KEBEBASAN

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================


KATA-Nya kepada mereka semua, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Lukas 9: 23). Ini adalah perkataan agung yang diucapkan Yesus. Bukan saja kata yang sarat makna, tapi juga kata yang penuh kuasa. Namun, dalam perspektif manusia daging segera protes meluncur deras, karena yang tampak adalah peniadaan hak. Dan, peniadaan hak setali tiga uang dengan pelucutan kebebasan.

Ya, kebebasan, yang menjadi idola manusia modern, sekaligus kebebasan yang juga menciptakan banyak permasalahan. Kebebasan yang bisa jadi menghapus garis batas moral, sehingga yang amoral pun dianggap sah, bebas. Sementara, di sisi lain juga bisa jadi tindakan anarkis, ketika si mayoritas merasa bebas melakukan apa saja terhadap yang minoritas. Ya, kebebasan bisa jadi sosok menakutkan bahkan mematikan. Tapi, tanpa kebebasan apa jadinya manusia?

Nah, kalau begini, yang jadi masalah bukanlah kebebasan itu, tapi definisi yang dikenakan kepadanya. Namun, masalah pun tak segera usai, karena sekarang pertanyaannya adalah siapa yang berhak memberi definisi? Mungkin Anda segera menebak dengan tepat berdasarkan ayat di atas. Yesus, karena memang ucapan di atas adalah perkataan-Nya. Tapi tetap tersisa tanya, mengapa harus Yesus yang tepat memberi definisi? Sederhana saja, karena rasanya, tidak ada yang lebih tepat dari DIA, yang bermoral tinggi karena tidak mengenal dosa, apalagi hidup di dalamnya. DIA hidup dalam kebenaran, bahkan hingga di kematian-Nya di kayu salib. Dikhianati namun tak membenci, dizalimi namun memberkati. Dia yang penuh kasih tanpa pernah berlaku diskriminatif. Dia, yang sangat menikmati hidup dan bahkan berkata Dia sendirilah hidup itu (roti hidup, air hidup). Dan, yang lebih pas lagi dalam konteks kebebasan, karena Dia-lah kebebasan sejati. Di dalam Dia kita merdeka. Bebas, bukan saja di hidup ini, bahkan bebas dari kuasa dosa hingga “kehidupan nanti”.

Anda menginginkan kebebasan yang sejati? Ada tiga langkah penting untuk mendapatkannya. Pertama: penyangkalan diri. Jika diselusuri dalam kejujuran yang penuh, maka nyatalah pusat kekisruhan dalam menerjemahkan kebebasan adalah diri itu sendiri. Diri manusia yang telah dikuasai virus dosa, yang hanya mampu menangkap bayang-bayang kebebasan, namun kehilangan makna aslinya. Dosa yang telah mengacaukan sistem nilai yang benar. Tak heran jika muncul sejuta definisi, dari yang mirip hingga tak mirip sama sekali. Jadi, penyangkalan diri merupakan tahap awal manusia memasuki wilayah kebebasan. Menyangkal diri berarti, tak lagi membuat diri sebagai pusat, juga berarti dengan rela “melepas hak”. Penyangkalan diri, meniadakan diri, maka yang ada hanya DIA, Tuhan yang hidup, yang menguasai diri dan memberi nilai. Manusia yang menyangkal diri, menemukan nilai baru yang sejati karena bersumber dari Ilahi. Penyangkalan diri yang bukan menyiksa diri atau mematikan kehendak. Orang yang menyangkal diri tetap berkehendak, namun kehendak yang baru, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Di sini, manusia memasuki dan menikmati nilai baru yang tepat arah. Di penyangkalan diri, ditemukan kebebasan yang sejati, bukan produk diri, tapi anugerah dari yang Illahi.

Langkah kedua: memikul salib. Salib (Inggris: cross), berasal dari kata Latin: crux, yang bermakna krusial, penting. Salib, itu berarti sangat sangat penting. Penting, dalam segala aspek kehidupan kristiani. Khotbah di bukit dengan tepat melukiskan kenikmatan salib. Berbahagialah orang yang dianiaya karena kebenaran. Bagaimana mungkin? Nah, di sinilah letak keunggulan salib. Memikul salib bukanlah penderitaan karena penindasan, melainkan kebahagiaan karena kebenaran. Dan, kebahagiaan itu (Yunani: makarios) bentuknya present, sekarang, saat mengalami aniaya. Di sini ada kebebasan sejati. Dalam memikul salib, aniaya tak lagi mampu menyakiti orang benar. Orang yang benar di dalam Kristus telah merdeka dari tekanan apa pun, dan kuat menanggung apa pun. Mereka telah bebas dari katakutan hidup, karena bebas dari dosa yang mencipta teror di dalam kehidupan. Salib jadi kehormatan yang mendemonstrasikan nilai kebebasan sejati di dalam hidup. Bayangkan, betapa hebat dan luasnya kebebasan yang ada. Namun ingat, orang benar tak bebas untuk berbuat dosa. Orang yang berbuat dosa hanyalah tawanan yang tanpa daya menolak kehendak setan. Mereka tidak bebas, tidak merdeka, hanya budak. Wilayah kebebasan orang benar ada dalam kebenaran, merdeka dari teror dosa, dalam bentuk apa pun. Jadi, jangan lari dari salib karena saliblah jalan kebebasan sejati. Di jalan salib, manusia merdeka.

Langkah ketiga: mengikut Yesus. Akhirnya, bentangan luas wilayah kebebasan yang tidak bertepi terhampar bagi orang benar, untuk hidup benar, merdeka dari ketakutan, bahkan di balik kehidupan. Mengikut Yesus, di situlah, dan itulah, kebebasan sejati. Bebas yang tidak bebas (baca: terbatas) adalah kesejatian kebebasan manusia yang terbatas. Namun sekali lagi awas, di dalam Kristus-lah wilayah kebebasan, sementara wilayah perbudakan ada pada setan. Mengikut Yesus itulah jalan kebebasan, sementara setan hanya menawarkan kebebasan yang penuh kepalsuan. Kepalsuan yang akan menelan orang yang tidak hidup dalam kebenaran. Kepalsuan, di mana perbudakan berasesoris kemerdekaan. Salah memilih, Anda akan tersesat di wilayah perbudakan, sementara tepat memilih sungguh sebuah mutiara kasih karunia.

Selamat datang di wilayah kebebasan sejati. Kata ini tepat, untuk orang tepat, yang memilih tepat, di waktu yang tepat, jalan mana yang tepat, menuju kebebasan sejati. Selamat menikmati kebebasan.

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer