Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Tuesday, September 15, 2009

MENDERITA, SIAPA TAKUT?

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

Menyukuri Penderitaan

“Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia, dalam pergumulan yang sama seperti yang dahulu kamu lihat padaku, dan yang sekarang kamu dengar tentang aku.”

(Filipi 1: 29-30)

Mengapa kita harus menyukuri penderitaan? Rasul Paulus memberikan jawaban yang khas yaitu bahwa penderitaan adalah anugerah yang dikaruniakanNya. Kalimat ini mungkin aneh bagi kita yang hidup di zaman modern ini. Betapa tidak, selama ini, penderitaan telah menjadi musuh modernisme yang sangat mengagung-agungkan pemanjaan diri dan kenikmatan hidup. Berbagai penemuan teknologi semakin memudahkan kehidupan manusia dan mengantarkan manusia kepada penolakan total pada penderitaan. Semuanya dibuat simpel, mudah dan harus menyenangkan.

Penderitaan juga ditolak orang zaman sekarang lantaran mereka berada dalam cengkeraman egoisme. Dalam kungkungan egoisme ini, manusia menyambut kebahagiaan dengan penuh antusias, dan menolak mentah-mentah penderitaan. Egoisme membuat dia menerima hanya apa yang diinginkannya, bukan yang diinginkan orang lain, termasuk apa yang dikehendaki Tuhan.

Ketika egoisme ini menguasai kita, kita pasti akan menolak segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Apakah kita masih tetap bisa bersyukur apabila sesuatu yang terjadi dalam hidup kita tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan? Barangkali tidak. Sebagai ganti syukur, justru kita mengkomplain Tuhan. Kita bertanya, mengapa ini Tuhan? Mengapa ini terjadi pada diriku? Dan pada puncaknya kita akan berkata, ”Aku tidak rela!”

Sifat egoisme membuat kita mencintai diri sendiri lebih dari segala sesuatu sehingga kita tidak memiliki sisa cinta untuk orang lain bahkan untuk Tuhan sekalipun sebagai sumber cinta. Egoisme yang bercokol di hati kita membuat penderitaan menjadi musuh yang harus dienyahkan. Penderitaan harus dibuang sejauh-jauhnya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya sebelum penderitaan menggoyang kenyamanan dan kenikmatan hidup kita.

Penolakan atas penderitaan dimungkinkan pula oleh semangat materialisme yang merasuki dunia ini. Takaran kebahagiaan orang diukur dari seberapa banyak harta yang berhasil dikumpulkannya. Kita akan merasa sangat menderita kalau tidak memiliki uang. Kita merasa masa depan suram, kehilangan pegangan ketika kita di-PHK. Sebelumnya kita sungguh mencintai Tuhan, tetapi ketika kemiskinan datang, kita tersentak, kita bertanya lantang di manakah Tuhan yang hidup itu? Kita menolak realitas seperti itu.

Kristus yang Utuh

Umat Kristen memang hidup di tengah dunia yang penuh dengan penderitaan. Meski demikian mereka tidak boleh mengadopsi apalagi menghayati semangat penolakan atas penderitaan itu. Sebab bagi orang Kristen, penderitaan merupakan anugerah. Bagaimana kita memahami ‘keanehan’ ini? “Kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus melainkan juga untuk menderita untuk Dia,” kata Kitab Suci (Filippi 1:29). Bagaimana kita dikatakan menerima anugerah ketika kita menderita? Kontradiksi ini baru bisa diterima dan dimengerti apabila kita percaya kepada Kristus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Jadi kita harus mempunyai kesadaran utuh pada waktu kita menerima salibNya. Kita harus mempunyai tanda tangan kontrak mengikuti dan berjalan pada jalanNya.

Mengikuti Yesus tidak bisa secara parsial (sepotong-sepotong). Kita harus mengikutiNya secara total dan utuh. Mengikuti Kristus berarti siap menerima apa pun yang bakal diberikanNya. Ketika Dia memberikan bekal bagi perjalanan kita, baiklah kita menyukurinya. Tetapi ketika Dia meminta kita untuk berlenggang dalam kemiskinan tanpa bekal, kita tidak boleh kecewa. Kita harus tetap bersyukur. Bahkan ketika Dia mengambil apa yang paling kita sayangi dalam hidup ini, kita harus tetap bersyukur.

Sikap demikian hanya akan menjadi milik kita apabila kita mempunyai iman. Iman memampukan kita untuk menerima apa yang dikerjakanNya sebagai suatu anugerah. Iman juga yang memungkinkan kita untuk melihat apa yang tidak tertangkap mata di balik setiap peristiwa yang kita alami. Lalu apa itu iman? Semua orang memiliki keyakinan. Keyakinan inilah yang menggerakkan orang untuk meraih cita-cita yang bertengger dalam benak mereka. Tapi iman tidak sekadar keyakinan. Iman adalah Allah yang menyatakan diriNya kepada manusia dan memampukan manusia merespon kepada Allah. Allah yang berbicara dimengerti oleh manusia karena Allah memberi pengertian sehingga manusia mampu memberikan respon kepada Allah. Jadi ringkasnya, iman merupakan suatu dialog kehidupan.

baca selanjutnya...

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer