“Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh!”
Demikian teriakan lantang para pendahulu kita yang berjuang untuk menjadikan Indonesia – yang kaya dengan pulau, suku, bahasa dan agama ini – bersatu. Sebab hanya dengan persatuanlah, anak-anak bangsa ini mampu mengalahkan musuhnya, si penjajah itu. Dengan persatuan pula kita dapat membangun bangsa. Jadi, teriakan di atas itu – bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh – adalah rangkaian kata-kata bijak, yang memberi harapan bagi keluarga besar, bangsa Indonesia.
Namun dalam perjalanannya, bangsa ini tidak pernah luput dari aneka persoalan yang datang silih berganti mengancam persatuan itu. Sikap kebangsaan yang sempit karena nuansa primordial atau sektarian, jelas menjadi ancaman serius. Hal ini menjadi bahaya laten, terutama karena kondisi seperti ini setiap saat bisa ditunggangi oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan sesaat, mereka-mereka yang memiliki mental sesat bahkan cenderung bejat. Kepentingan sesaat seperti inilah yang seringkali membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Ambisi merebut posisi sebagai tokoh yang berbau kesukuan atau keagamaan, juga berpotensi besar menggoyang persatuan. Posisi rakyat menjadi sangat rentan, karena menjadi sumber maupun korban dari konflik yang diciptakan oleh orang-orang munafik ambisius itu.
Orang-orang ini telah kehilangan rasa kemanusiaannya. Yang tersisa hanyalah nafsu besar untuk berkuasa dan ber-uang. Untuk mendapatkan kekuasaan dan uang ini, mereka tidak pernah merasa risih membawa-bawa ayat suci guna melegitimasi permainan mereka. Kondisi rakyat yang miskin dari segi ekonomi, tingkat pendidikan yang rendah, serta jauh dari informasi yang sehat, dimanfaatkan oknum-oknum yang dikenal sebagai kelompok radikal tersebut untuk menciptakan instabilitas. Kondisi keamanan yang serba tidak menentu, yang membuat rakyat dicekam rasa takut itu, mereka kelola sedemikian rupa untuk meningkatkan daya tawar kelompok mereka. Jadi instabilitas adalah impian mereka, sampai suatu saat berharap dapat duduk di pucuk kekuasaan yang berlimpah aneka kenikmatan. Bahasa yang mereka pakai selalu saja bahasa surga yang diklaim sebagai suara kebenaran, yang tidak bisa disanggah. Barang siapa yang mencoba berseberangan atau hanya sekadar melontarkan kritik, akan terkena amuk mereka yang menakutkan, dan menggetarkan nyali siapa saja.
Atas nama lautan massa, hukum yang sah seringkali kehilangan daya saat berhadapan dengan mereka. Merusak tempat-tempat yang mereka nilai tidak direstui oleh Tuhan, atau bahkan merenggut nyawa orang yang berseberangan dengan mereka, dianggap sah-sah saja. Bahkan ada yang mengatakan, tindakan itu merupakan perintah Ilahi dengan upah ‘surgawi yang abadi’. Tetapi tidak jelas sejak kapan Sang Ilahi doyan mencabut nyawa manusia tanpa alasan kebenaran. Dan yang pasti, menyaksikan tingkah dan lakon mereka – orang-orang radikal itu – kita pasti bingung memahami kebenaran agama yang mereka anut, apalagi surga yang mereka maksudkan. baca selanjutnya,...
Wednesday, September 16, 2009
Bung Radikalis
Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================
0 comments:
Post a Comment