Hidup ini sungguh tak
memiliki kepastian apapun. Semua hanya kemungkinan-kemungkinan yang tidak bisa
diandalkan. Aneka analisis diluncurkan, namun semua berakhir pada kira-kira.
Ketidakpastian adalah sebuah kewajaran dalam dunia yang sementara, dunia di mana
manusia hidup sebagai makhluk yang terbatas oleh ruang dan waktu. Namun
demikian, ketidakpastian karena keterbatasan adalah hal yang dibenci oleh
manusia yang selalu bercita-cita ingin menjadi “tuhan atas dunia”.
Ambisi menjadi penguasa dunia bahkan mendorong manusia untuk angkat
senjata “melawan Allah”. Manusia bermaksud untuk mengkudeta dunia, manusia tak
segan “menyingkirkan Allah”. Segala usaha dilakukan, mulai dari; teologi
liberal, filsafat, psikologi hingga “logi-logi” lainnya. Keberadaan Allah
digugat, kedaulatan-Nya dipinggirkan, hukum-hukum-Nya dieleminasi lewat sejuta
dalih. Namun, semakin Allah disingkirkan, semakin gelap jalan kehidupan ini.
Penemuan demi penemuan manusia ternyata tak pernah berujung, bahkan
selalu diikuti oleh efek negatif yang tidak terhindarkan. Semakin hari, ketika
manusia merasa semakin kuat, justru makin tampak manusia sangat rapuh. Di perjalanan
hidup, dunia selalu dilanda berbagai krisis yang datang silih berganti.
Anehnya, berbagai krisis datang, terjadi, diatasi, namun manusia tak pernah
lulus untuk meniadakan krisis itu. Manusia seakan tak pernah cukup waktu untuk
belajar.
Kali ini, dalam peranjakan waktu menutup tahun 2008, dan menyongsong
tahun 2009, lagi-lagi dunia dilanda krisis. Hebatnya lagi, yang menjadi pusat
krisis adalah Amerika, negara adidaya, yang sangat bergairah menjadi penguasa
dunia. Amerika, sebagai pusat pasar modal dunia, selalu dijadikan sebagai model
oleh negara lainnya. Kini pasar modal Amerika terpuruk dihantam badai Lehman
Brothers lewat sektor properti. Dalam ambisi setiap rakyat Amerika punya rumah,
justru yang digapai malapetaka dari sektor ini. Tak jelas, apakah ini kerinduan
mulia dan murni, atau utopis, atau sekadar ekspresi arogansi tuan kaya. Yang
pasti, krisis yang dimunculkan telah menciptakan efek domino yang mendunia.
Seluruh dunia kini sibuk membersihkan kotoran pesta tuan kaya
Amerika. Jika dunia tak bekerja maka semua akan mati bersama. Ya, sebuah bukti
bahwa Amerika memang telah menggurita di dunia ini. Jika krisis ini tak
terkendalikan, lalu juga menghantam pasar uang, mengingat kredit macet di sektor
credit card Amerika juga sangat wah.
Sangat sulit membayangkan, dunia terperangkap pada resesi kelas
superberat. Depresi akan melanda dunia, dan gaya hidup manusia akan mengalami perubahan
besar: dari hidup bersama menjadi hidup memangsa. Sebuah kemungkinan yang tidak
boleh diabaikan, karena apa yang terjadi sekarang adalah hal yang dianggap
tidak mungkin sebelumnya. Tidak mungkin Lehman Brothers, perusahaan Amerika
yang sudah berumur ratusan tahun itu, terseok, bahkan lumpuh seperti sekarang
ini.
Menjelang tutup tahun 2008, di mana-mana terdengar isak tangis hingga
ratapan memilukan, sebagai ekses dari krisis yang menghantam pekerja sehingga
kehilangan sumber nafkah. Memasuki tahun 2009, banyak perusahaan telah membuat list tentang jumlah pegawai yang akan
di-PHK, baik langsung maupun bertahap. Rasionalisasi, sementara ini menjadi
solusi yang paling masuk akal. Entah berapa ratus ribu orang akan kehilangan
pekerjaan, sementara pencari kerja baru akan tertunda bekerja karena lahan
kerja tak tersedia.
Entah berapa juta orang akan jatuh miskin karena sumber nafkah telah
hilang. Seorang pekerja, paling tidak punya istri, anak, atau anggota keluarga
lain yang harus dia tanggung. Cukup menegangkan bukan. Jangan lupa, pusat
krisis bukan Indonesia. Jika ini yang terjadi ada banyak negara kaya yang siap
menolong kita. Pusat krisis adalah Amerika yang tak lagi bisa menjadi penolong,
bahkan sebaliknya sangat membebani, karena negara kaya lainnya juga terseok
karenanya.
Lalu, untuk konteks Indonesia,
imbas krisis pasar modal Amerika terjadi di tengah situasi yang tidak pas.
Bayangkan, Indonesia baru
saja menyelenggarakan beberapa pilkada yang jelas memakan biaya. Lalu tahun
2009, telah menunggu hajatan besar yaitu pemilu, yang akan makan biaya yang
lebih besar lagi. Persiapan KPU, terasa sekali aroma kurangnya, dan ini
diwarnai oleh kritik dan bela diri, bukan kerja sama dan solusi. Lalu,
bayang-bayang gugatan atas pemilu, atau mungkin penghitungan ulang seperti yang
terjadi pada beberapa pilkada, cukup beralasan untuk dikhawatirkan. Belum lagi
tarik-menarik gengsi di antara petinggi yang mencalonkan diri sebagai calon
presiden, yang bisa muncul menjadi arena gugat-menggugat. Alangkah kisruhnya.
Ketika krisis ekonomi sedang berjalan, perusahaan-perusahaan mencoba
mencari solusi untuk bertahan, para pemimpin justru sibuk berkampanye. Dana
ikut pemilu yang tidak kecil, sudah bukan rahasia lagi akan ditarik dari pundi-pundi
pengusaha swasta atau BUMN yang akan dijadikan sapi perahan. Uang terbuang
karena pemilu sudah pasti, yakni pembuatan aneka alat promosi sekali pakai. Ada yang memperediksi,
paling tidak 2-3 triliun rupiah akan habis untuk belanja iklan sekali pakai. Di
sisi lain, persoalan buruh seperti api dalam sekam, tidak pernah diselesaikan
dengan tuntas oleh pemerintah. Kedekatan dan pendekatan tidak terasa, bahkan
sebaliknya aroma saling mencurigai sangat tajam.
Krisis yang harus disikapi dengan jeli, dan membutuhkan kerja sama erat
antara pengusaha, buruh, dan pemerintah, justru berada pada situasi relasi yang
buruk. Juga, ada sebuah survei mengatakan, tahun 2009 akan ada 1 dari 4 orang
Indonesia yang berpotensi sakit jiwa. Sebuah analisis yang tidak berlebihan
jika mencermati realita yang sedang terjadi sekarang ini. Kita perlu serius
menyikapi hal ini. Mungkin Anda tidak mengalami, tapi bisa saja anggota
keluarga, teman, tetangga dan yang lainnya. Anda bisa memainkan peran yang pas
di tengah situasi yang tidak pas ini. Karena itu tidaklah berlebihan jika saya
memberi judul tulisan ini: “Selamat Datang di Tahun Krisis”.
Kini, sebagai orang beriman, bagaimana Anda seharusnya menyikapi hal
ini? Kita percaya, Tuhan tidak pernah salah dalam merenda kehidupan ini. Dia
membentuk kehidupan seperti yang dikehendaki-Nya. Dalam krisis, orang percaya
bisa ditaruh-Nya di sana, namun bukan untuk menjadi pecundang melainkan sebagai
pemenang. Karena itu, jika Anda harus berada di dalam krisis, ketakutan
bukanlah jawaban, melainkan mainkan peran menjadi model bagus bagi mereka yang
mengalami krisis agar mereka bisa dikuatkan. Sementara, jika ada tak terlibat
langsung dalam krisis, sadarilah bahwa situasi tenang bukan hak milik untuk
dinikmati sendiri. Lihatlah sekeliling, dan belajar berbagi dengan menolong.
Setiap umat dituntut bijak membaca tanda-tanda jaman, bukan yang sensasi rohani
melainkan kenyataan di kehidupan. Tidak perlu tenggelam dalam ketakutan,
sekalipun kekhawatiran manusia adalah kewajaran.
Selamat datang di tahun krisis. Ini bukanlah akhir segalanya, tapi
hanyalah merupakan bagian dari seni kehidupan. Selamat menjalaninya, semoga Anda
mendapatkan pengalaman berharga dan semakin bijak melangkah. Takutlah jika Anda
berjalan sendirian, namun bersama dengan Tuhan, Anda berada dalam pemeliharaan-Nya.
Sampai bertemu di penghujung tahun 2009 nanti, dan terbuktilah Anda adalah
pemenang.
0 comments:
Post a Comment