Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Wednesday, December 12, 2012

NATAL YANG HAMPIR BATAL

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

Tak terasa, kini kita tiba lagi pada Natal dengan tahun yang berbeda. Entah sudah berapa kali, anda dan saya bernatalan dengan berbagai acara dan kenangan. Namun yang pasto Desember selalu menjadi bulan yang special. Jika dulu kita sibuk memilih kartu Natal, dan memborong perangko sebanyak mungkin, kini kita belanja pulsa untuk mengirim sms yang juga sebanyak mungkin. Atau anda akan berchating ria dengan kenalan didunia maya. Yah, sekalipun pada malam Natal anda sedang sendiri, teknologi memungkinkan anda berkomunikasi dengan orang yang belum anda kenal sekalipun. Kemajuan teknologi memang berhasil membuat suasana Natal terasa berubah dari tahun ke tahun. Anda juga bisa menikmati Natal diberbagai pelosok negeri, bahkan sudut dunia sekalipun, lewat TV, atau berbagai media lainnya. Sangat menyenangkan karena penuh fasilitas dan aneka kemudahan. Namun disisi lain, secara paradox, kemudahan-kemudahan yang ada ternyata mencipta kesulitan yang luar biasa. Betapa tidak, disaat begitu mudahnya kita merealisasikan Natal sekarang ini, semakin sulit kita membayangkan Natal yang pertama. 

Natal yang dulu penuh kesederhanaan, yang amat sangat kontras dengan gemerlapnya Natal produk masa kini. Lagu malam kudus memang tetap sama, baik nada maupun kata-katanya, dan kesyahduan yang dilahirkannya. Tetapi ada yang sangat berbeda. Di Natal yang pertama, Maria dan Yusuf, tak sibuk mempersiapkan asesoris yang memang mereka tak punya. Tak juga bingung mengatur jadwal perjalanan liburan, khususnya anggarannya, karena mereka juga tak punya. Juga tak bingung dengan penganan Natal, atau apapun yang menyibukkan kita ketika Natal. Namun, Maria yang hamil tua bukan karena benih manusia melainkan Roh Kudus, dan Yusuf suaminya yang setia, harus melakukan perjalan panjang. Bukan liburan, bahkan bukan pula karena keinginan mereka, melainkan tuntutan politik kaisar Augustus yang membuat mereka harus kembali kekampung halamannya, yaitu Betlehem. Perjalanan berat bagi seorang Maria yang hamil tua, khususnya jalan berbukit yang tak pernah bersahabat. Natal itu tampaknya sangat berat, tapi herannya mereka tetap taat untuk tetap terlibat. Kekuatan mereka tampak nyata, bukan karena tenaga tapi sukacita yang diliputi misteri. 

Yah, misteri akan seperti apa Bayi Kudus natal itu. Tiba di Betlehem, sekalipun tak tersedia kamar, apalagi sambutan khusus bagi Maria ibu kudus, dia tak berkeluh kesah. Begitu pula Yusuf, tak kecewa, bahkan sebaliknya mereka mampu sehati menikmati tempat sisa yang ada. Tempat sisa, karena tak ada yang rela tinggal disitu, tempat barang bekas, termasuk palungan bekas yang tak lagi dibutuhkan binatang domba. Maria dan Yusuf memakai barang bekas yang ada, sekalipun itu bekas binatang yang tak pas buat manusia, apalagi Sang Bayi Kudus, Allah yang menjadi manusia. Lagi-lagi, tak terdengar keluh kesah, kecuali persiapan-persiapan yang memang harus dilakukan. Hanya berdua, merekalah saksi mata natal pertama itu. Ya, sepasang suami istri yang sejati, suami istri yang menjadi saksi bahwa Natal itu bukan fasilitasnya, melainkan kesejatian nilainya. Suami istri yang berbahagia, karena Bayi Kudus ditengah mereka. Tamu pertama tiba disana, bukan bangsawan apalagi raja, melainkan kumpulan gembala. Tak ada gengsinya, tak ingin menyambutnya, bahkan terasa menggangu karena bau domba yang tak sedap mengikutinya. Natal terus berlanjut, penuh kebahagian sekalipun tanpa penganan, tanpa hiasan, melainkan sengatan angin malam. Tapi semua gangguan seakan tak berarti, karena kesukaan bathin melampauinya. Ah, betul-betul malam yang kudus, betul-betul surga tiba didunia orang yang percaya kepada Sang bayi Kudus. Tampaknya Natal itu konyol, karena pusatnya hanyalah Seorang Bayi, tapi disitulah letak keunggulan iman karena mampu menembusnya. Luar biasa, Natal itu hebat justru dalam kesederhanaannya, penghayatannya. Maria dan Yusuf utuh memilikinya. 

Kini ribuan tahun sudah, dimana jalan kaki tak lagi biasa, kecuali untuk olahraga. Aneh memang hidup ini, tak mau jalan kaki karena itu menurunkan gengsi, tapi untuk sehat rela berjalan kaki bahkan dianggap bergengsi. Padahal sehat bisa didapat sambil bekerja. Dikekinian masa, ketika semua serba ada, penghayatan natal menjadi terasa susah. Yang ada hanya asesoris natal, tawa hambar, atau kesenangan yang bersifat katarsis, kelegaan setelah melewati ketegangan emosional. Natal kini, kitalah yang mencipta kesenangan lewat berbagai atraksi atau hiburan music hingga lawakan natal. Kesenangan Natal lah yang kita milki, bukan kesukacitaan. Kesenangan bisa kita ciptakan, sementara sukacita adalah pemberian Allah. Di Natal pertama, Maria dan Yusuf mendapatkan sukacita dari Allah, sementara kita seakan memperolehnya dalam ritual agama. Seringkali bukan lagi iman yang bekerja melainkan sugesti. Bukan pula spritualitas melainkan hanya ritualitas. Kita terjebak pada kata-kata jangan terjebak. Kita telah rutin mengatakan agar Natal janganlah rutinitas belaka. Basa-basi agama, membuat kita kurang berani, atau bahkan kehilangan nyali untuk memeriksa diri. Agar tampak benar dalam usaha menyembunyikan diri, kita membicarakan keburukan orang lain menurut kita, yang belum tentu buruk dalam kenyataannya. Dalam Natal, kita saling memaafkan, namun itupun kata-kata yang nyaris tak tampak dalam tindakan. Maklum, semua terbungkus dalam acara yang diatur bukan panggilan hati oleh Roh Tuhan. Seharusnya panggilan hati ini yang utama, maka acara akan bernilai. Sayangnya bukan itu yang terjadi. Lalu, yang tadi, yaitu kemajuan teknologi, semakin memiskinkan penghayatan kita. Kemudahan-kenudahan yang seharusnya bagian dari kemurahan Tuhan, ternyata berbalik, karena kita anggap sebagai keberhasilan pencarian manusia. Tak ada rasa syukur pada Tuhan disana, melainkan rasa bangga atas diri. 

Natal yang didominasi teknologi telah kehilangan perenungannya. Natal telah diletakkan pada koridor waktu perayaan kristiani yang jatuhnya pada tanggal 25 Desember. Untuk ini saja (soal waktu) banyak gereja tak konsisten menjalankannya, karena belum tanggal 25 banyak gereja telah menyelesaikan acara natalnya. Alasanya sederhana saja, sebagian besar umat sudah keluar kota atau negeri, dan dibalik itu tentu ada alas an materi. Padahal, diluar kota atau luar negeri juga ada gereja, ada Natal bukan? Ini fakta, namun banyak yang menyangkalnya, termasuk alasan memberi umat kesempatan untuk berliburan. Padahal yang pasti mengajar umat tak lagi mampu menghargai apa yang telah ditetapkan, lagi-lagi korban perubahan jaman. Disisi lain, nilai Natal yang baik adalah keberhasilan kuantitatifnya, jumlah orang yang datang, acaranya, dan tentu saja peralatannya. Menjadi terlupakan kebenaran Firman yang diberitakan, dan respon umat terhadap Firman itu. Sungguh mengkuatirkan, jika Natal terus berjalan, namun kesejatiannya telah berhenti. Ah, tampaknya Natal hampir batal, bukan acaranya tapi kesejatian nilainya. 

Tidakkah anda prihatin dengan apa yang sedang terjadi? Atau jangan jangan anda sendiri telah terjebak didalamnya, bahkan mampu menikmatinya. Jika masih ada tersisa kegalauan pada nilai Natal masa kini, maka asah tumbuhkanlah itu. Semoga, kepekaan kita yang masih tersisa dapat mencegah batalnya Natal justru pada saat natal itu sedang dirayakan. Akhirnya selamat hari Natal, bukan sekedar tanggalnya saja, tapi juga kesejatiaan nilainya. Tak ada sedih didalam Natal, karena Yesus Kristus memberi sukacita yang mampu melamapui situasi apa saja. Semoga ini bukan hanya basa-basi.    

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer