Desember 2011, berujung pada Natal, dan bersambung
pada Tahun baru. Tiap tahun ini menjadi suasana tersendiri dalam perjalanan
kehidupan umat Kristen. Natal mengingatkan kita akan kerelaan Yesus Kristus
mengosongkan diri Nya, untuk menjadi sama dengan manusia yang terkurung dalam
ruang dan waktu. Melepas atribut ke Illahian Nya, dan menjadi manusia,
sekaligus Allah yang mengosongkan diri. Sebuah pergumulan teologis tersendiri,
pemaknaan yang sangat dalam, itulah Natal. Semangat natal sudah semestinya
mewarnai, bahkan mendominasi, kehidupan orang percaya. Ya, tiap kali Natal kita
diingatkan untuk merenung diri, apakah kita sudah hidup sesuai dengan apa yang
menjadi kehendak Allah. Apakah kita sudah hidup sesuai dengan tujuan natal?
Orang percaya digugat untuk berani melepas kecintaan pada diri, dengan belajar
mencintai sesama yang tersisihkan dari panggung kehidupan. Ada terlalu banyak
hal yang bisa diperbuat dalam mengisi Natal. Hanya saja, sayang, juga ada
terlalu banyak acara yang membuat kebanyakan kita terlena pada kenikmatan diri.
Acara yang sudah pasti bernuansa pesta, menerima kenyamanan, dan bukan berbagi
diri. Tak ada yang salah dengan suasana ini, tetapi jadi masalah besar ketika
kita terjebak dan berhenti disana. Lalu berpikir kita sudah natalan. Jelas
tidak. Natalan adalah kesadaran dan keberanian untuk berbagi. Semangat yang
harus diwujudkan, dan sangat mengena dengan situasi kekinian dimana cinta diri
semakin menguasai manusia modern. Seharusnyalah semangat natal bisa memberikan
secercah harapan kebersamaan, kepedulian, dan kerelaan untuk hidup berbagi.
Natal lagi, adalah tema untuk sebuah perenungan yang coba mengingatkan diri,
jangan-jangan ini hanya sebuah pengulangan dalam perputaran waktu. Tak ada yang
baru, baik dalam paradigma, apalagi tindakan yang semestinya. Natal lagi, agar
orang percaya tak hanya mengulang, sebaliknya, terus mencipta pembaharuan
kehidupan. Membuat perubahan demi perubahan menuju hidup yang lebih baik,
beradab, dan beriman sungguh. Mampu mengaplikasi iman dalam keseharian,
sehingga makna natal itu mendarap dikehidupan. Natal, adalah kesempatan bagi
orang lain merasakan artinya sebuah penyangkalan diri. Seperti Kristus
menyagkali ke Illahian Nya dengan menjadi manusia, begitulah kita menyangkali
diri dengan menggantungkan keegoan diri. Sebuah semangat natal yang bukan
sekedar natal lagi. Sementara tahuan baru, yang menanti jangan melunturkan
semangat natal itu, tetapi sebaliknya, menjadi perpacuan waktu untuk terus
menerus menjadi semakin baru. Sehingga dengan semangat natal, tercipta
perubahan menuju hidup yang lebih baik dan benar.
Setiap tahun baru, berarti
waktu mengkalkulasi apakah semangat natal mencapai titik maksimal dalam
mencipta perubahan? Dengan demikian, akan tercipta sebuah perputaran yang akan
terus menerus memperbaharui apa yang ada. Sehingga kehidupan umat tak terjebak
pada comfort zona, melainkan terus menerus bergerak menuju titik puncak
pengabdian. Bukankah hal ini akan membuat hidup menjadi amat sangat bermakna.
Dan juga, akan membuat hidup menjadi lebih hidup karena sangat menghidupkan.
Natal tak boleh hanya menjadi natal lagi, natal harus menjadi natal yang terus
menerus mengingatkan semangat peniadaan diri demi pengabdian kepada yang
Illahi. Hidup dibumi untuk berbagi, mengangkat harkat hidup orang yang
terpuruk. Terpuruk karena berbagai hal, baik ekonomi, moral, kesehatan, bahkan
mereka yang patah dan kehilangan semangat hidup. Natal harus menyentuh
semuanya, membuat orang kuat diposisinya masing-masing.
Tahun baru, harus
diingat, bahwa yang baru itu bukan soal sandang, pangan, papan, melainkan
semangat dan arah kehidupan. Dunia memang sangat menggoda dengan tawaran
kenikmatannya. Natal dan tahun baru telah dijadikan tahun menampuk rejeki oleh
dunia industri. Sebuah usaha legal, namun harus disikapi dengan kritis dan
komprehensif, agar umat tak sekedar menjadi ladang tempat mendulang rejeki.
Selamat natal, selamat berbagi, dan memberi hidup. Selamat tahun baru, selamat
berparadigma baru, tentang makna hidup yang berbagi. Tuhan memberkati
0 comments:
Post a Comment