Sungguh indah kidung
malaikat dimalam natal yang pertama. Cobalah bayangkan, dikesunyian malam,
dikesendirian kelompok gembala, dan dikeletihan setelah keseharian tugas menggembalakan,
tiba tiba mereka mendengar berita yang gegap gempita. Berita
itu bukan tentang perintah Kaisar Augustus untuk mengadakan sensus. Juga bukan
tentang kelanjutan hidup mereka, melainkan berita yang dinanti seluruh orang
percaya, ya, dinanti umat pilihan disepanjang massa, yakni kedatangan Mesias kedunia.
Berita itu amat sangat luar biasa, karena mereka hanyalah sekelompok gembala
bukan pemuka agama, umat dari kelas bawah bukan birokrat penting. Usai berita
luar biasa itu, malaikat menutupnya dengan kidung indah ; Kemulian bagi
Allah ditempat yang maha tinggi dan damai sejahtera dibumi diantara manusia
yang berkenan kepada Nya (Lukas 2:14).
Damai sejahtera dibumi, bagi orang
yang berkenan pada-Nya, ya, bagi yang diperkenan. Tentu saja gembala masuk
kelompok yang diperkenan, karena berita itu langsung tiba bagi mereka. Dan,
Alkitab juga mengisahkan betapa bahagianya para gembala, mereka memuji dan
memuliakan Allah. Namun berita damai sejahtera itu tidak serta merta merubah
nasib mereka menjadi pemilik domba atau pengusaha wol besar. Mereka tetap saja
gembala, namun kini mereka berubah menjadi gembala yang penuh sukacita.
Kesukacitaan adalah originalitas spirit Natal
yang seharusnya menjadi milik setiap orang disetiap periode jaman. Namun,
semakin tua bumi sepertinya tampak semakin langka ekspresi kesukacitaan Natal itu.
Natal seringkali menjadi beban tersendiri
bagi banyak orang, karena menyangkut peningkatan pengeluaran. Sementara yang
lain terlau antusias melengkapi asesoris diri sampai sampai lupa diri, apalagi
makna Natal itu sendiri. Belum lagi yang dilanda rasa takut, kalau kalau bom
meledak dihari Natal akibat ulah manusia yang telah menggadaikan
kemanusiaannya. Manusia yang telah berubah menjadi monster yang menakutkan
akibat virus ideologi salah yang telah merasuk jauh kedalam nuraninya.
Masihkah ada damai dibumi,
dihari Natal yang suci? Jawabanya, masih tetap sama, ya, masih, yakni bagi
orang yang diperkenan oleh NYA. Masalahnya, apakah masih ada orang yang
berkenan pada NYA? Isu ini menjadi sebuah perenungan penting bagi setiap orang
percaya dimanapun mereka berada. Jika hidup kita berkenan pada NYA, maka Natal
menjadi milik kita. Tidak terlalu masalah BBM yang naik tanpa sopan santun,
Elpiji yang tidak perduli, atau pergantian menteri yang tidak bergigi, atau
juga teror dari teroris yang bengis. Damai Natal mampu menerobos seluruh
dimensi kesulitan bumi. Damai Natal sangat besar, melebihi besarnya persoalan
yang diciptakan manusia serakah, yang kehilangan nurani. Semoga anda adalah orang
yang beruntung, memperoleh damai Natal, sehingga kumandang lagu malaikat yang
bukan saja merdu terdengar ditelinga namun juga merdu dan meneduhkan hati yang
gundah gulana. Ya, damai dibumi bagi orang yang berkenan pada NYA. Tidak
penting siapa anda, apa posisi atau berapa populernya anda. Tapi penting,
berapa dekatnya anda dan saya dengan DIA, bayi Natal yang suci dan penuh cinta
kasih. Akhirnya sekali lagi selamat hari Natal, selamat damai dibumi, khususnya
bumi pertiwi.
0 comments:
Post a Comment