Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Wednesday, December 4, 2013

PENJARA JEBOL, TAPI TAWANAN TIDAK KABUR

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

MEMBACA kisah penjara dibobol para napi untuk melarikan diri bukanlah hal yang luar biasa. Bahkan ada kisah perlawanan napi bersenjata, yang berhasil merampas senjata dari petugas penjara. Dan kisah penjara selalu akrab dengan harapan ingin bebas, entah dengan menjalani masa hukuman, atau usaha melarikan diri. Ada jutaan alasan yang membuat seseorang tak ingin dipenjara, tapi yang pasti alasan kebebasan menghirup udara segar adalah mimpi siapa saja yang terpenjara. Belum lagi kekerasan demi kekerasan yang mudah sekali muncul ke permukaan. Ketegangan, rasa was-was, kerinduan pada keluarga selalu mengharu biru rasa. Lalu, waktu yang seringkali terasa berjalan lamban, semua datang silih berganti.

Tetapi peristiwa kali ini betul-betul luar biasa. Pintu penjara terbuka bukan karena dibobol kawanan para napi yang bermaksud melarikan diri, melainkan akibat gempa bumi yang hebat. Entah bagaimana awal mulanya, tiba-tiba saja datang gempa yang luar biasa itu, semua pintu penjara terbuka. Ya, terbuka sangat lebar, suatu peristiwa yang sangat membahayakan, karena menjadi kesempatan besar bagi para napi untuk melarikan diri. Kepala penjara dilanda rasa takut dan frustrasi yang amat sangat, karena dia tahu risiko tugasnya akan sangat berat. Maklum, ini terjadi bukan pada masa kini yang bisa diselesaikan dengan seribu dalih, melainkan di waktu lampau, di era kejayaan Romawi.

Kekaisaran Roma terkenal dengan ketegasannya dalam menjatuhkan hukuman atau pun sanksi terhadap para pejabat yang dianggap lengah. Kepala penjara di Filipi, kota jajahan Roma, yang mengalami peristiwa ini. Menyadari pintu penjara telah terbuka semua, kepala penjara dengan segera mengambil sikap ingin bunuh diri. Dia tak kuat membayangkan hukuman berat, bahkan bisa dihukum mati, karena dia pikir semua napi sudah lari. Namun sebelum niatnya terlaksana, sebuah seruan terdengar nyaring: “Jangan, kami semua masih di sini!”

Ternyata Paulus, sang rasul, yang berteriak. Dia ada dipenjara karena difitnah oleh para pedagang Roma yang tak suka terhadapnya. Mukjizat hebat, gempa datang untuk membuka pintu penjara, di mana orang percaya seperti Paulus dan kawan-kawan terpenjara. Tapi yang lebih hebat lagi, mereka tetap ada di sana, tak pergi, apalagi berkata, “Haleluya, pintu terbuka” lalu meninggalkan penjara. Mengapa? Bukankah di tengah malam sebelum gempa mereka menyanyikan pujian kepada Tuhan, dan para napi yang lain mendengarkannya? Bukankah itu berarti Tuhan mendengarkan doa mereka sehingga pintu penjara terbuka, lalu mengapa mereka tetap di sana?

Ah, sebuah kepekaan rohani yang hebat, ternyata Paulus dan Silas menyadari mengapa mereka masuk penjara, dan tahu betul apa yang harus mereka lakukan. Mereka tak lari tapi justru bersaksi. Di balik mukjizat ada yang lebih besar lagi, bukan kebebasan diri yang mereka cari melainkan kesempatan untuk bersaksi. Paulus bukan saja mencegah kepala penjara untuk tidak bunuh diri, tetapi juga memberitakan Injil keselamatan.

Penginjilan di situasi yang unik, Paulus sebagai narapidana menginjili kepala penjara yang belum mengenal Tuhan Yesus Kristus. Dalam ketakutannya kepala penjara bertanya tentang apa yang harus dilakukannya agar selamat. Di benaknya pasti ketakutan soal kemungkinan hukuman mati yang bisa menimpanya. Namun Paulus menawarkan kepadanya lebih dari apa yang dibayangkannya. Bukan saja keselamatan dari hukuman mati dunia, melainkan keselamatan dari hukuman kekal, di neraka.

Ah, perjalanan hidup kepala penjara dengan segera berubah total. Dia dan keluarganya memberi diri dibaptis, setelah percaya oleh pemberitaan Paulus. Jiwa satu keluarga telah dimenangkan. Paulus sendiri dibebaskan karena tuduhan atas dirinya tak terbukti, bahkan pembesar kota telah berbuat kesalahan besar dengan membiarkan Paulus didera padahal dia pemegang kewarganegaraan Roma.

Kisah Paulus sangat kontras dengan gairah mukjizat umat masa kini. Mukjizat bagi umat adalah peristiwa hebat yang menyenangkan diri, senbuh dari sakit, dan yang lebih spektakuler lagi bangkit dari kematian. Kisah ini disaksikan berulangkali, betapa hebatnya pengalaman diri, tetapi seringkali lupa kekuasaan Allah dan tujuan Injil yang murni. Paulus mengerti arti panggilan melayani Tuhan, dan mukjizat adalah alat Tuhan, bukan tujuan. Itu sebab, waktu gempa tiba dan semua pintu terbuka dia tak pergi melainkan tetap di sana. Ada “mukjizat” yang lebih besar lagi yaitu keselamatan jiwa akibat peristiwa yang terjadi. Keajaiban gempa yang membuka semua pintu bukan untuk diri, melainkan untuk melayani. Bukan soal peristiwa supranatural melainkan peristiwa natural namun bernilai abadi yaitu keselamatan jiwa. Keajaiban di balik mukjizat gempa dan terbukanya pintu penjara. Alangkah indahnya jika saja setiap orang percaya mempunyai sikap yang sama.

Di dalam hidup ini tak ada yang mustahil bagi Tuhan, namun terlalu banyak kesalahan yang kita lakukan dalam mengikut Tuhan. Umat pada umumnya menerjemahkan mukjizat sebagai jalan pintas melintasi persoalan, tanpa pernah bisa memahami rajutan jalan Tuhan dalam membentuk kedewasaan iman. Paulus menyadari tindakan ilahi selalu bermakna memuliakan Tuhan, bukan diri. Dalam konteks masa kini, yang terjadi adalah, membuat peristiwa yang dialami si pengkhotbah yang menjadi terkenal, bukan injil yang benar. Semua membicarakan kehebatan peristiwanya, keberuntungan orangnya, tetapi tak ada yang berubah dalam kualitas hidupnya. Aktivitas bisa saja berubah: dari yang tidak pernah ke gereja, menjadi rajin ke gereja, tetapi kualitas moralnya tetap saja. Tuhan dipermuliakan dalam kata-kata tetapi tidak dalam seluruh aspek kehidupan.

Seharusnya, sapaan Tuhan yang mendalam lewat mukjizat membuat umat terus menyadari betapa dalamnya kasih Tuhan, dan hari demi hari terjadi perubahan hidup yang nyata. Bukan sekadar ke sana kemari untuk bersaksi namun tetap saja tak jujur diri, penuh kepalsuan dan hal lain yng kurang bermoral. Pohon dikenal dari buahnya, itulah pembuktian mukjizat yang sejati, bukan sekadar fenomenanya.

Dalam peristiwa Paulus, gempa dan pintu penjara yang terbuka, tak muncul lagi dalam pelayanan berikutnya, karena Tuhan selalu mengukir yang baru, dan semuanya bergerak dinamis. Mukjizat itu tak menjadi ulangan, seperti situasi masa kini. Dari hari ke hari, bahkan tahun berpindah, tiap mendengarnya diundang bersaksi selalu peristiwa yang sama. Dan, ironisnya memang umat ingin mendengarkan peristiwanya, dan berharap juga mengalaminya dalam bentuk yang berbeda. Sayang, tak ada yang bergerak dalam dinamika yang dinamis, semua terjebak dalam lingkaran keagamaan belaka.

Ingat, mukjizat adalah salah satu cara Allah menyapa umat-Nya, tetapi tidak berhenti di sana, melainkan terus bergerak. Lihatlah pengalaman Paulus yang spektakuler dengan berbagai mukjizat dalam pelayanannya, namun dia juga ditangkap, dipenjara, disesah dan kerapkali mengalami derita. Bahkan dalam puncak kehormatannya, Tuhan membiarkan duri dalam tubuh Paulus, sangat menyakitkan, sampai Paulus meminta Tuhan mencabutnya. Sangat ajaib karena Tuhan tak mengabulkan, malah berkata: “Cukup kasih karunia-Ku bagimu”. Dan, puncak keajaibannya adalah ketika Paulus berkata, “Ya, Tuhan sekarang aku tahu dalam kelemahanku nyatalah kekuatan-Mu”.

Penjara boleh terbuka, tapi bukan jalan lari buat Paulus melainkan jalan untuk memberitakan Injil. Sangatlah penting bagi kita untuk tak terpolusi arus jaman yang berpusat pada diri, menikmati mukjizat tanpa pernah mengerti tujuan tertinggi. Peristiwa pujian yang kemudian diikuti gempa dan pintu penjara terbuka, semoga kita tak salah menerjemahkannya jika itu terjadi di jalan hidup kita.

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer