Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Thursday, December 19, 2013

DOA YANG MEMBAWA DOSA

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

DALAM Lukas 18: 9-14, tercatatlah kisah doa, dari dua orang yang sangat berbeda. Mereka sama-sama berdoa, kepada Tuhan yang sama pula. Yang membuat mereka berbeda dalam berdoa adalah, inti doanya. Yang satu bernama si Farisi, selalu merasa suci, karena dia merasa tak seperti orang lainnya, “bukan pezinah”, katanya. Soal berpuasa dia juga luar biasa, karena tidak pernah absen, dua kali dalam satu minggu. Berbagai kegiatan agama selalu diikutinya. Ringkasnya dia memang luar biasa dalam kegiatan keagamaannya. Sementara yang satu lagi adalah si pemungut cukai. Seorang yang dicap sebagai pendosa karena memajaki rakyatnya sendiri. Belum lagi dituding kerap korupsi. Yang pasti warna-warni dosa memenuhi kehidupannya, dan dia dibenci oleh bangsanya sendiri. Kehidupan mereka sangat kontras. Yang satu seakan titisan surga, yaitu si Farisi, yang memang selalu mengklaim diri anak Abraham, umat perjanjian, dan pemegang hak monopoli keselamatan. Lalu si pemungut cukai, bagaikan perwakilan setan yang tak mengenal belas kasihan. Ah, terlalu kontras, bahkan amat sangat.

Berdoalah mereka berdua dengan keyakinan berdasarkan kesadaran dirinya. Si Farisi berkata, bahwa dia adalah orang yang beruntung karena bukan pendosa. Juga dia merasa luar biasa, dan telah menaati perintah Allah lewat puasa yang selalu dijalaninya. “Aku bukan pemungut cukai,” katanya. Dalam doanya dia merasa sangat dekat dengan Allah Sang Pencipta, sehingga tak segan menyampaikan semua keyakinannya. Ya, si Farisi merasa tinggi dalam kerohaniannya. Dia puas dengan apa yang telah dilakukannya.

Si pemungut cukai, apa yang dilakukannya? Kalau si Farisi berdoa menengadah dengan yakinnya, maka si pemungut cukai tertunduk, tak berani mengangkat kepalanya. Bukan tindakannya yang menjadi penting, melainkan sikap hati yang ada di balik tindakan itu. Si pemungut cukai berkata dalam doanya, “Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”. Hebatnya doa si pemungut cukai didengar Allah, dan dia mendapat pembenaran dari Allah. Sementara si Farisi ditolak Allah, dia tak dipandang sebagai orang yang layak mendapat kasih karunia, bahkan sebaliknya, doanya ditolak Allah.

Allah Sang Benar memang selalu melihat sikap hati yang benar, Dia menilik jauh ke dalam sanubari anak manusia. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, semuanya terbuka dan tampak nyata. Si pemungut cukai telah berdoa dengan spritualitas yang benar. Sementara si Farisi, berdoa dalam kebanggan ritual yang luar biasa, namun jauh dari kebenaran. Sikap pongah telah menunjukkan kualitas kerohaniannya yang payah. Dia menjengkal Allah dalam ukuran kemanusiaannya. Dia seakan ingin menarik perhatian Allah, namun tidak menyadari bahwa Allah membaca hati manusia, jauh ke dalam hingga yang tersembunyi. Dia terjebak dalam nilai keagamaan yang dibangunnya. Si Farisi sungguh tak memiliki integritas yang semestinya sebagai seorang rohaniwan. Dia tak mampu mengukur hakekat diri, membuat dia lupa diri, dan akhirnya sombong diri. Dia menyatakan apa yang tak ada padanya, karena dia mengatakan kebenaran dalam ukuran diri sendiri. Dia lupa Allah mengetahui semua, bahwa dia bukan apa-apa di hadapan Allah. Ucapan mulutnya tak lebih dari bualan agama bagi telinga Allah yang suci. Farisi si pemuka agama yang selalu berbicara suci ternyata jauh dari kesucian itu.

Cobalah simak kehidupan di sekitar Anda, dengan mudah kita akan menemukan gaya hidup Farisi. Yakni orang yang selalu merasa bangga dengan apa yang dikerjakannya, yang diklaim sebagai yang benar. Yang selalu merasa dekat dengan Allah dalam doanya, dan senatiasa merasa tahu segala apa rencana Allah. “Semua telah disingkapkan bagi kami,” katanya. Bagi mereka, semua orang di sekitarnya adalah pendosa, yang tidak mampu mendengar suara Allah. Mereka mengaku sering mendapat penglihatan ini dan itu. Senantiasa merasa lebih peka terhadap kehadiran Allah. Dalam doa mereka merasa amat sangat dekat dengan Allah. Saking dekatnya, dalam doa pun Allah mereka atur, agar bertindak begini dan begitu. Ironis, karena di satu sisi mereka berkata Allah maha sempurna dalam segala hal, namun mereka mengatur apa yang seharusnya Allah lakukan. Mereka menyebut itu sebagai doa orang beriman, dan permintaan adalah mengklaim janji Allah. Entah sejak kapan Allah alpa terhadap janjinya sehingga harus diklaim. Bayangkan, dalam “Doa Bapa Kami” Yesus mengajarkan kita agar meminta makanan secukupnya, tetapi mereka mengajarkan agar mengklaim apa saja yang dibutuhkan. Sebutkan dengan detail, terinci, itu bukti iman katanya. Sehingga ketika meminta makanan mereka akan menyebutkan nasi putih, cap cay, babi hong, sayur asem, dan kawan kawannya.

Ah, ternyata doa yang Yesus ajarkan salah, paling tidak dalam terminologi mereka. Tapi hebatnya, mereka tak mau disamakan dengan Farisi. Bahkan Farisi mereka maki sebagai si sesat, yang terlalu banyak belajar. Tapi mereka lupa telah menjadi sesat karena tidak mau belajar. Kesalahan Farisi bukanlah pada belajarnya, karena Tuhan Yesus sendiri berkata, “Dengarkanlah apa kata orang Farisi (karena benar), tapi jangan tiru kelakuannya (karena salah)”. Sementara umat yang hidup di masa kini, salah ajaran, dan celakanya juga sombong dalam tindakan, dan merasa paling beriman.

Farisi tak memiliki integritas yang teruji, mereka terpelajar dan tahu kebenaran, tapi bertindak tidak benar. Kata dan laku mereka tak sejalan. Ini membuat Farisi malah menambah dosa, bahkan ketika sedang berdoa. Betapa ironisnya, dalam berdoa terus menambah dosa. Ya berdoa, menghasilkan dosa. Doa seharusnya membawa kita pada kesadaran diri yang mendalam. Tahu kekurangan diri dan rela belajar melengkapi diri dengan memohon kekuatan dari Allah yang mahatinggi. Tidakkah terpikir di benak kita, jangan-jangan kita terus menumpuk dosa, bahkan ketika berdoa. Karena kita berdoa dalam kepongahan rohani yang tak semestinya. Berdoa hanya sebagai ritual tanpa pengenalan yang sejati. Dan bagaimana bisa mengenal, karena kita tak pernah menginvestasi waktu untuk belajar. Farisi yang belajar saja terpeleset, apalagi yang tidak mau belajar.

Lihatlah para rasul, mereka terus belajar bersama Tuhan Yesus, namun tersandung juga. Mereka harus bangun kembali dan belajar tanpa henti. Yang belajar dan melakukan kehendak Allah, sehingga semakin hari semakin luar biasa. Awas jerat ajaran yang pragmatis, yang mengajarkan kita bertindak ini dan itu, namun mengabaikan ajaran Alkitab yang sejati. Mengutip ayat, mencipta ritual, ajaran yang berbau mistis. Atau mengajarkan umat bertindak agar mendapat berkat, padahal Tuhan sudah lebih dulu memberi berkat. Pikirkanlah segala sesuatu dengan matang, jangan sampai Anda terpeleset. Mari belajar seperti si pemungut cukai. Belajar mengenal diri sebagai pendosa, berdoa mengaku dosa, dan memohon belas kasihan Allah. Kerendahan hati adalah mercu suar hidup, ini yang harus dibangun. Berdoa dalam kerendahan hati, kita memiliki kesempatan untuk mendengar suara Allah. Suara kebenaran yang akan mengoreksi, meneguhkan, dan menghibur.

Kerendahan hati akan membawa kita pada pertumbuhan rohani yang sehat, karena terus terkoreksi oleh kebenaran dan semakin mencintai kebenaran. Kerendahan hati menghindarkan diri dari kemunafikan, karena kemunafikan adalah bagian dari sebuah kesombongan. Sombong karena merasa lebih hebat, padahal tidak. Sementara kerendahan hati membuat Anda yang hebat merasa itu hanyalah anugerah Allah, dan memang sudah seharusnya hidup seperti itu.

“Jagalah hati”, itu kata-kata yang sempat populer. Tak ada cara menjaga hati, kecuali rendah hati. Mari kita terus belajar rendah hati, agar doa tak lagi menjadi penambah dosa. Jangan sombong sehingga membuat Anda selalu menempatkan diri paling hebat, seakan paling dekat dengan Allah, selalu melihat Allah, padahal kehidupan Anda jauh dari gambaran Alkitab tentang orang yang dekat Allah. Semoga Anda di perenungan yang tepat, dengan doa yang sehat, sehingga doa tak membawa dosa.

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer