AH, bagaimana bisa malaikat terang kok menyesatkan? Ya, wajar sekali, jika Anda mempertanyakannya. Namun, yang dimaksud di sini adalah fenomena pelayanan yang memang tampak sangat menyenangkan, tapi sejatinya penuh dengan kebusukan. Paulus sebagai rasul tak segan menelanjangi realita ini. Dalam 2 Korintus 11:12-14, Paulus dengan tegas membedakan dirinya dengan sekelompok orang yang rajin melayani dan menyamakan diri sebagai rasul-rasul Kristus. Mereka tak segan mengangkat diri sebagai rasul yang adalah privilege yang tak dimiliki semua pelayan.
Ada banyak penginjil, gembala, atau guru agama, tapi hanya ada 12 rasul saja. Mereka menjadi rasul = apostolos = yang diutus, oleh Kristus untuk memberitakan kegenapan nubuatan Perjanjian Lama di dalam diri Yesus Kristus Tuhan. Tak ada rasul yang mengangkat diri, atau dikonfirmasi oleh kelompoknya, apalagi oleh jemaatnya. Rasul adalah yang dipilih oleh Tuhan Yesus sendiri sebagai kepala gereja, untuk tujuan khusus, pada masa yang khusus dengan kewenangan yang khusus pula. Mereka sudah selesai menjalankan tugas penginjilan dengan terbentuknya kitab Perjanjian Baru. Jabatan rasul tak ada lagi, namun fungsi mereka dalam pemberitaan ada pada setiap orang percaya. Selebihnya adalah mereka yang mengangkat diri menjadi rasul, bahkan pada jaman para rasul itu sendiri. Rasul Paulus berkata mereka adalah iblis yang menyamar sebagai malaikat terang.
Apakah Paulus tak berlebihan dalam statemen seperti itu? Jawabannya jelas, tidak, bahkan sudah seharusnya dia membongkar praktek gelap seperti ini. Di masa kita sekarang ini menyebut mereka yang mengaku rasul dengan mengangkat diri sebagai kepalsuan, pasti akan menghadapi perlawanan. Maklum kebanyakan umat Kristen masa kini tak lagi suka tunduk sepenuhnya pada Alkitab, melainkan sepenuhnya berkelit dan memanfaatkan Alkitab untuk kepentingan diri sendiri. Paulus dalam wibawa kerasulannya menunjuk mereka yang memberitakan Injil untuk kepentingan diri sebagai rasul palsu. Para rasul palsu ini berkhotbah seperti para rasul berkhotbah, mereka serba meniru bahkan amat sangat mirip, sehingga tak sedikit umat yang tertipu. Namun juga ada umat yang memang “rela tertipu” karena merasa aman bersembunyi di balik kepalsuan.
Pengkhotbah dalam kepalsuan sangat disukai umat yang palsu. Tapi awas, di sini tak sedikit umat yang benar, namun baru bertumbuh, terperangkap. Inilah ironi kehidupan gereja. Si rasul palsu terus bergerak, bahkan sangat agresif, namun semua yang dilakukannya hanya untuk satu hal yaitu kepentingan diri pribadi. Paulus sungguh tak rela mereka mengambil keuntungan dari umat Tuhan, bukan karena Paulus ingin mendapat keuntungan besar. Paulus marah, karena Injil bukan barang yang bisa diperjualbelikan untuk menguntungkan diri sendiri. Injil harus diberitakan dalam kerelaan yang tulus ikhlas, di mana si pemberita sadar sepenuhnya bahwa dia sudah seharusnya memberitakan Injil karena Tuhan sudah menebusnya dari dosa. Seseorang memberitakan Injil bukan untuk kompensasi yang akan didapatkannya, melainkan atas apa yang sudah diterimanya.
Penebusan dosa manusia oleh darah Tuhan Yesus Kristus sungguh tak ternilai. Inilah yang seharusnya menjadi dasar orang tebusan melayani. Paulus tak pernah menyayangkan diri, bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk melayani Tuhan. Kesulitan, hingga hambatan, bahkan risiko kematian nyaris mewarnai seluruh perjalanan pelayan Paulus (2 Korintus 4: 7-11). Semboyan Paulus: “Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1: 21), diwujudkannya dalam pelayannya.
Paulus telah menjadi model pelayan yang berani diuji. Buah pelayanannya bisa dilihat, dirasakan, dan sangat terukur. Jelas dan tidak berselubung. Sementara para pelayan gadungan, penuh dengan kamuflase, ada banyak intrik di sana. Apa yang mereka lakukan hanya untuk keuntungan diri dan memperkaya diri. Pelayan palsu tak segan merekayasa kesaksian yang bombastis untuk menarik minat pendengar. Mereka berkisah tentang pengalaman bersama Tuhan yang spektakuler namun sejatinya terlalu banyak rekayasa di sana sini. Sayangnya, tak banyak umat yang bersikap kritis dalam menyikapi hal ini. Sekalipun Alkitab dengan tegas berkata: “ujilah segala sesuatu”, umat lebih suka berdalih itu urusan dia dengan Tuhan. Sebuah dalih yang sama sekali tidak bertanggung jawab. Inilah yang membuat si pelayan palsu terus merambah dan meluas pelayanannya.
Dengan meluasnya pelayanan si pelayan palsu, umat pun dengan yakin berkata, “Lihat mereka berkembang, jika bukan dari Tuhan pasti sudah mati”. Lagi-lagi umat lupa pada Alkitab yang dengan jelas menggambarkan kesuksesan orang fasik (band. Habakuk, Mazmur 73). Atau umat tak mau belajar dengan melihat fakta, bahwa ahli-ahli Taurat yang menyalibkan Yesus ternyata terus eksis, bahkan hingga sekarang.
Apakah Yesus Kristus adalah orang yang salah, karena pelayanan-Nya di Israel terbilang tak berhasil? Injil memang menyebar ke seantero dunia, tapi jangan lupa kehadiran seutuhnya Yesus Kristus adalah di Israel. Atau, akankah kita berkata Yesus Kristus juga gagal dalam penyelamatan, karena Dia sendiri yang berkata: “Banyak yang dipanggil sedikit yang dipilih”? Sedikit, jika kuantitas menjadi ukuran penyertaan atau berkat Allah, maka sekali lagi itu berarti Yesus Kristus dan murid, gagal.
Bacalah Alkitab baik-baik, keberhasilan bukan diukur dari kuantitas, tapi kualitas dalam keimanan, ketaatan, dan kebenaran yang menguasai hidup. Kuantitas bukanlah barang haram, tapi bukan ukuran. Pohon dikenal dari buahnya, bukan rindangnya. Dan buah yang dinilai adalah buah yang baik bukan, yang busuk, sekalipun yang busuk adalah buah juga. Sudut pandang umat yang salah dalam menilai pelayanan yang diberkati Tuhan, inilah yang dimanfaatkan oleh si pelayan palsu. Dan, untuk diketahui, pandangan yang salah ini adalah umpan yang ditabur oleh si pelayan palsu dan ditelan oleh umat kebanyakan. Paulus dengan tegas melawan mereka, dan inilah yang terjadi di Korintus.
Merekayasa kesaksian yang bombastis adalah ciri pertama. Ciri kedua, mereka selalu memproklamirkan diri sebagai yang terbaik, yang terdekat dengan Tuhan, tiap hari berbicara dengan Tuhan, namun dalam hidup keseharian, gaya hidup mereka sangat borjuis. Entah apa yang menjadi ukuran mereka, tapi yang pasti itulah jualan mereka. Bukankah sudah seharusnya orang yang sangat dekat dengan Tuhan, hidupnya seperti para rasul, tak memikirkan hal-hal duniawi, harta duniawi, apalagi popularitas? Bagi pelayan palsu, popularitas penting, karena menyangkut “harga jual”. Semakin populer si pelayan palsu, semakin tinggi tarifnya. Menjadi terkenal, bukan suatu kesalahan apalagi bencana. Yang menjadi masalah adalah jika itu rekayasa diri. Para rasul sangat terkenal, tapi juga sangat terukur antara ajaran dan kehidupan mereka. Lagi-lagi ingatlah, pohon dikenal dari buahnya.
Dan, ciri yang berikut adalah khotbahnya yang selalu berusaha menyenangkan hati si pendengar, bukan lagi suara kebenaran yang memang seringkali tak mengenakkan. Lihatlah Yesus yang menghardik orang Yahudi dengan berkata: “Percuma bangsa ini beribadah kepada-Ku dengan mulut bibirnya, padahal hatinya jauh dari-Ku”. Kebenaran tak boleh dikorting, apalagi memberitakan anugerah Allah dengan mengabaikan murka Allah. Pemberitaan harus seimbang. Jangan berdalih dengan tidak memberitakan murka agar umat mengerti kasih Allah. Inilah kepalsuan besar. Bagaimana mungkin seseorang mengerti besarnya kasih Allah jika dia tak mengerti murka Allah. Murkanya mengharuskan manusia ke neraka, karena itu penebusan sebagai kasih bisa dipahami.
Akhirnya, kepekaan tiap orang percaya harus diasah, pemahaman Alkitab ditingkatan. Awas si pelayan palsu terus beredar dari masa ke masa. Rasul Paulus dan juga rasul lainnya telah mengingatkan, bahkan dengan contoh. Haruskah kita tertipu lagi? Selamat menjadi peka terhadap kebenaran, dan tangguh menelanjangi kepalsuan. Semoga kehadiran Anda menggelisahkan para pelayan palsu yang selalu tampil bagaikan malaikat terang.
Ada banyak penginjil, gembala, atau guru agama, tapi hanya ada 12 rasul saja. Mereka menjadi rasul = apostolos = yang diutus, oleh Kristus untuk memberitakan kegenapan nubuatan Perjanjian Lama di dalam diri Yesus Kristus Tuhan. Tak ada rasul yang mengangkat diri, atau dikonfirmasi oleh kelompoknya, apalagi oleh jemaatnya. Rasul adalah yang dipilih oleh Tuhan Yesus sendiri sebagai kepala gereja, untuk tujuan khusus, pada masa yang khusus dengan kewenangan yang khusus pula. Mereka sudah selesai menjalankan tugas penginjilan dengan terbentuknya kitab Perjanjian Baru. Jabatan rasul tak ada lagi, namun fungsi mereka dalam pemberitaan ada pada setiap orang percaya. Selebihnya adalah mereka yang mengangkat diri menjadi rasul, bahkan pada jaman para rasul itu sendiri. Rasul Paulus berkata mereka adalah iblis yang menyamar sebagai malaikat terang.
Apakah Paulus tak berlebihan dalam statemen seperti itu? Jawabannya jelas, tidak, bahkan sudah seharusnya dia membongkar praktek gelap seperti ini. Di masa kita sekarang ini menyebut mereka yang mengaku rasul dengan mengangkat diri sebagai kepalsuan, pasti akan menghadapi perlawanan. Maklum kebanyakan umat Kristen masa kini tak lagi suka tunduk sepenuhnya pada Alkitab, melainkan sepenuhnya berkelit dan memanfaatkan Alkitab untuk kepentingan diri sendiri. Paulus dalam wibawa kerasulannya menunjuk mereka yang memberitakan Injil untuk kepentingan diri sebagai rasul palsu. Para rasul palsu ini berkhotbah seperti para rasul berkhotbah, mereka serba meniru bahkan amat sangat mirip, sehingga tak sedikit umat yang tertipu. Namun juga ada umat yang memang “rela tertipu” karena merasa aman bersembunyi di balik kepalsuan.
Pengkhotbah dalam kepalsuan sangat disukai umat yang palsu. Tapi awas, di sini tak sedikit umat yang benar, namun baru bertumbuh, terperangkap. Inilah ironi kehidupan gereja. Si rasul palsu terus bergerak, bahkan sangat agresif, namun semua yang dilakukannya hanya untuk satu hal yaitu kepentingan diri pribadi. Paulus sungguh tak rela mereka mengambil keuntungan dari umat Tuhan, bukan karena Paulus ingin mendapat keuntungan besar. Paulus marah, karena Injil bukan barang yang bisa diperjualbelikan untuk menguntungkan diri sendiri. Injil harus diberitakan dalam kerelaan yang tulus ikhlas, di mana si pemberita sadar sepenuhnya bahwa dia sudah seharusnya memberitakan Injil karena Tuhan sudah menebusnya dari dosa. Seseorang memberitakan Injil bukan untuk kompensasi yang akan didapatkannya, melainkan atas apa yang sudah diterimanya.
Penebusan dosa manusia oleh darah Tuhan Yesus Kristus sungguh tak ternilai. Inilah yang seharusnya menjadi dasar orang tebusan melayani. Paulus tak pernah menyayangkan diri, bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk melayani Tuhan. Kesulitan, hingga hambatan, bahkan risiko kematian nyaris mewarnai seluruh perjalanan pelayan Paulus (2 Korintus 4: 7-11). Semboyan Paulus: “Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1: 21), diwujudkannya dalam pelayannya.
Paulus telah menjadi model pelayan yang berani diuji. Buah pelayanannya bisa dilihat, dirasakan, dan sangat terukur. Jelas dan tidak berselubung. Sementara para pelayan gadungan, penuh dengan kamuflase, ada banyak intrik di sana. Apa yang mereka lakukan hanya untuk keuntungan diri dan memperkaya diri. Pelayan palsu tak segan merekayasa kesaksian yang bombastis untuk menarik minat pendengar. Mereka berkisah tentang pengalaman bersama Tuhan yang spektakuler namun sejatinya terlalu banyak rekayasa di sana sini. Sayangnya, tak banyak umat yang bersikap kritis dalam menyikapi hal ini. Sekalipun Alkitab dengan tegas berkata: “ujilah segala sesuatu”, umat lebih suka berdalih itu urusan dia dengan Tuhan. Sebuah dalih yang sama sekali tidak bertanggung jawab. Inilah yang membuat si pelayan palsu terus merambah dan meluas pelayanannya.
Dengan meluasnya pelayanan si pelayan palsu, umat pun dengan yakin berkata, “Lihat mereka berkembang, jika bukan dari Tuhan pasti sudah mati”. Lagi-lagi umat lupa pada Alkitab yang dengan jelas menggambarkan kesuksesan orang fasik (band. Habakuk, Mazmur 73). Atau umat tak mau belajar dengan melihat fakta, bahwa ahli-ahli Taurat yang menyalibkan Yesus ternyata terus eksis, bahkan hingga sekarang.
Apakah Yesus Kristus adalah orang yang salah, karena pelayanan-Nya di Israel terbilang tak berhasil? Injil memang menyebar ke seantero dunia, tapi jangan lupa kehadiran seutuhnya Yesus Kristus adalah di Israel. Atau, akankah kita berkata Yesus Kristus juga gagal dalam penyelamatan, karena Dia sendiri yang berkata: “Banyak yang dipanggil sedikit yang dipilih”? Sedikit, jika kuantitas menjadi ukuran penyertaan atau berkat Allah, maka sekali lagi itu berarti Yesus Kristus dan murid, gagal.
Bacalah Alkitab baik-baik, keberhasilan bukan diukur dari kuantitas, tapi kualitas dalam keimanan, ketaatan, dan kebenaran yang menguasai hidup. Kuantitas bukanlah barang haram, tapi bukan ukuran. Pohon dikenal dari buahnya, bukan rindangnya. Dan buah yang dinilai adalah buah yang baik bukan, yang busuk, sekalipun yang busuk adalah buah juga. Sudut pandang umat yang salah dalam menilai pelayanan yang diberkati Tuhan, inilah yang dimanfaatkan oleh si pelayan palsu. Dan, untuk diketahui, pandangan yang salah ini adalah umpan yang ditabur oleh si pelayan palsu dan ditelan oleh umat kebanyakan. Paulus dengan tegas melawan mereka, dan inilah yang terjadi di Korintus.
Merekayasa kesaksian yang bombastis adalah ciri pertama. Ciri kedua, mereka selalu memproklamirkan diri sebagai yang terbaik, yang terdekat dengan Tuhan, tiap hari berbicara dengan Tuhan, namun dalam hidup keseharian, gaya hidup mereka sangat borjuis. Entah apa yang menjadi ukuran mereka, tapi yang pasti itulah jualan mereka. Bukankah sudah seharusnya orang yang sangat dekat dengan Tuhan, hidupnya seperti para rasul, tak memikirkan hal-hal duniawi, harta duniawi, apalagi popularitas? Bagi pelayan palsu, popularitas penting, karena menyangkut “harga jual”. Semakin populer si pelayan palsu, semakin tinggi tarifnya. Menjadi terkenal, bukan suatu kesalahan apalagi bencana. Yang menjadi masalah adalah jika itu rekayasa diri. Para rasul sangat terkenal, tapi juga sangat terukur antara ajaran dan kehidupan mereka. Lagi-lagi ingatlah, pohon dikenal dari buahnya.
Dan, ciri yang berikut adalah khotbahnya yang selalu berusaha menyenangkan hati si pendengar, bukan lagi suara kebenaran yang memang seringkali tak mengenakkan. Lihatlah Yesus yang menghardik orang Yahudi dengan berkata: “Percuma bangsa ini beribadah kepada-Ku dengan mulut bibirnya, padahal hatinya jauh dari-Ku”. Kebenaran tak boleh dikorting, apalagi memberitakan anugerah Allah dengan mengabaikan murka Allah. Pemberitaan harus seimbang. Jangan berdalih dengan tidak memberitakan murka agar umat mengerti kasih Allah. Inilah kepalsuan besar. Bagaimana mungkin seseorang mengerti besarnya kasih Allah jika dia tak mengerti murka Allah. Murkanya mengharuskan manusia ke neraka, karena itu penebusan sebagai kasih bisa dipahami.
Akhirnya, kepekaan tiap orang percaya harus diasah, pemahaman Alkitab ditingkatan. Awas si pelayan palsu terus beredar dari masa ke masa. Rasul Paulus dan juga rasul lainnya telah mengingatkan, bahkan dengan contoh. Haruskah kita tertipu lagi? Selamat menjadi peka terhadap kebenaran, dan tangguh menelanjangi kepalsuan. Semoga kehadiran Anda menggelisahkan para pelayan palsu yang selalu tampil bagaikan malaikat terang.
0 comments:
Post a Comment