Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Wednesday, December 4, 2013

HAMILNYA PEREMPUAN MANDUL ITU

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

AH, pasti Anda akan menggumam, “Bagaimana mungkin perempuan mandul bisa hamil?” Jangan-jangan cuma sensasi, atau proses bayi tabung. Ya, dunia kita yang terus maju dalam ilmu pengetahuan semakin menuntut penjelasan yang masuk akal, untuk setiap berita yang didengar. Tak ada yang salah di sini. Bagaimanapun juga penjelasan itu penting sebagai bentuk pertanggungjawaban atas sebuah berita. Kita semua tidak ingin menelan mentah-mentah setiap berita, kecuali rela dicap manusia bodoh, korban sensasi, atau emosional sehingga tak rasional.

Dalam agama sikap percaya juga harus bisa dijelaskan, bukan membabi buta. Karl Marx, bapak sosialisme, pernah berkata dengan sinis, “Agama telah menjadi candu masyarakat”. Agama baginya adalah pembodohan yang mematikan rasa, sikap kritis, yang membuat orang menjadi punya sifat kebergantungan. Sementara Sigmund Freud, bapak psikologi, setali tiga uang dengan Karl. Dia berkata, “Ada berbagai motivasi orang beragama, yang pada intinya ingin lepas dari berbagai masalah kehidupan yang dihadapinya”.

Agama dinilai menjadi jalan pintas untuk menuntaskan persoalan. Celakanya, ucapan kedua orang yang atheis ini ada benarnya, bahkan di sini, di era yang sudah maju masih saja agama tampil bagaikan dunia perdukunan. Ya, menawarkan jalan pintas yang memang digemari manusia berdosa, termasuk orang Kristen, yang tak lagi suka menyangkal diri, apalagi memikul salib dalam mengikut Yesus Kristus. Yang tak lagi memiliki daya tahan tangguh, melainkan cengeng dan rentan terhadap benturan dan tekanan kehidupan. Ada banyak kisah pertolongan Tuhan atas kehidupan orang percaya dalam Alkitab, namun tampak jelas tak ada sikap cengeng pada mereka.

Kisah Hana si perempuan mandul, menjadi kisah nyata yang luar biasa. Lihatlah air mata Hana sering tertumpah karena duka mendalam akibat disakiti madunya (istri kedua Elkana). Poligami memang selalu menuai masalah yang tak kunjung usai dalam keluarga. Sekalipun Elkana menyayangi Hana, tapi kedukaan tak kunjung padam. Maklum, ini bukan soal mandulnya, tapi sikap orang yang percaya bahwa mandul adalah kutukan, ini yang memberatkan. Hana telah menjadi terdakwa dalam sistem agama, dia divonis terkutuk sekalipun hidup benar. Bertahun-tahun Hana menjalani kehidupan dengan label pesakitan. Sekali waktu dalam kedukaan yang semakin mendalam, Hana berdoa dengan hati yang hancur. Emosi yang ditahan membuatnya tak jelas dalam berkata-kata. Bibirnya bergerak terus, namun tak ada suara yang terdengar. Hal ini menarik perhatian imam Eli, sehingga menduga Hana sedang mabuk. Ternyata, jangankan mengerti pada pergumulan Hana, sang imam malah salah menduga. Hana menuturkan kepedihan hatinya, sekaligus kerinduan doanya kepada Tuhan Sang Pencipta, pemilik hidup manusia. Barulah imam mengerti kesungguhan hati Hana dan berucap, “Tuhan akan memberkati doa orang yang benar”.

Apa yang menjadi permohonan Hana? Ternyata, Hana memohon belas kasihan Tuhan agar memberikan seorang anak baginya. Namun, dengan segera kita melihat dengan jelas, betapa Hana tak sedang meminta sesuatu untuk menjadi kenikmatan diri. Dia meminta agar Tuhan memberkati rahimnya, dan membela imannya. Ya, Hana memang selalu dekat dengan Tuhan, itu sebab ketika meminta anak pun, dia peruntukkan bagi Tuhan yang disembahnya. “Berikanlah aku seorang anak ya Tuhan, bukan untuk memuaskan gairah keibuanku, melainkan untuk menjadi hamba dir umah-Mu, seumur hidupnya”. Hana hanya rindu Tuhan menegaskan kepada Penina, madunya, bahwa dia bukan manusia berdosa yang dikutuk Tuhan, melainkan wanita di mana Tuhan mempunyai rencana indah baginya.

Hana berbeda dengan banyak wanita mandul pada umumnya, yang menginginkan anak hanya demi terpenuhinya status keibuannya. Hana hanya rindu pembelaan Tuhan atas dirinya. Kisah Hana berlanjut pada lahirnya Samuel, yang kelak menjadi hakim terakhir sekaligus nabi pertama, yang mewarnai perubahan Israel dari teokrasi menjadi monarki. Nama Hana harum bukan karena sekadar kisah “si mandul yang melahirkan anak”, melainkan kisah wanita mandul yang tak egois pada keinginan diri tetapi memberi diri untuk memuliakan Tuhan. Orang beriman sejati akan mengerti dan sangat menikmati pergumulan hidup Hana. Sebaliknya bagi “mereka pecinta mukjizat”, hanya puas dan bersaksi tentang Tuhan yang memenuhi segala keinginan mereka lewat doa. Yang terasa hanya “aku bersyukur karena dapat ini dan itu”, bukan karena dimampukan Tuhan memberi ini dan itu.

“Mereka” akan memandang kisah Hana dalam perspektif keajaiban si mandul kini hamil. “Ini bukan hanya berlaku dulu, tapi juga sekarang,” teriak mereka, untuk menyemangati diri atau yang lainnya. “Mereka” tak pernah mau melihat keseluruhan kisah yang luar biasa ini. Dalam bahasa rohani “mereka” berucap, peristiwa hamilnya Hana yang tadinya mandul membuktikan kuasa Tuhan, dan bahwa yang mengalaminya adalah orang yang sangat diberkati Tuhan. Mereka lupa, bahwa banyak fakta di Alkitab, orang benar mengalami berbagai kesulitan dalam kehidupan ini (baca Mazmur 73, kitab Ratapan). Orang benar yang meratap karena tak dapat memahami mengapa kesulitan menimpa mereka. Mereka tak lepas dari kesulitan yang ada, namun mereka dimampukan Tuhan untuk melewatinya. Atau, “mereka” lupa, pura-pura lupa, atau memang tidak tahu, bahwa sepuluh orang kusta sembuh, namun hanya satu yang sungguh-sungguh diberkati dan mendapat anugerah keselamatan jiwa.

Sikap-sikap seperti inilah yang membuka ruang bagi seorang Karl Marx untuk mengejek kekristenan. Namun sekali lagi, Karl tidak seratus persen salah, karena memang banyak perilaku seperti itu. Karena itu, sudah seharusnya umat yang mengaku sebagai orang percaya bersikap elegan dalam keberimannya. Menjadikan Tuhan pusat seluruh tujuannya, meminta untuk memuliakan nama-Nya, bukan pemuasan keinginan diri dengan baju keagamaan. Orang yang menyenangkan hati Tuhan, pasti akan mengalami kebahagiaan yang tidak pernah habis. Orang yang selalu melakukan keinginan Tuhan, keinginan dirinya pasti selalu terpuaskan. Tetapi “mereka” yang selalu bersembunyi di balik iman, namun hanya untuk kepuasaan diri tidak akan pernah terpuaskan. “Mereka” selalu haus sensasi, karena sensasi selalu memiliki daya tarik sendiri, dan memuaskan selera keagamaan yang rendah.

Banyak pengkhotbah yang menyadari hal ini, sehingga mereka terus mensuplai khotbah yang penuh sensasi demi tercapainya jumlah orang banyak. Mukjizat ilahi yang seharusnya suci, kini menjadi barang dagangan yang penuh dengan selubung ambisi. Ada banyak motivasi terselubung di sana. Mukjizat yang seharusnya membuat orang percaya memperhamba diri karena melihat kebesaran Tuhan, malah kini “memperhamba” Tuhan untuk memenuhi setiap keinginan diri. Tak heran jika Tuhan mengingatkan, tidak setiap orang yang memanggil Tuhan, Tuhan yang akan masuk surga, melainkan yang melakukan kehendak Bapa. Dan, tak sedikit si pembuat mukjizat dalam nama Yesus ternyata malah masuk neraka (band. Matius 7:15-23).

Mari belajar dari Hana, yang memohon mukjizat Allah, namun bukan untuk kepuasan atau kebanggaan diri, atau disebut rohani, melainkan untuk memenuhi kehendak Tuhan. Untuk memuliakan dan melayani Dia. Semoga sebagai orang percaya kita semakin bijak, sehingga tak memberi celah bagi orang untuk mencemooh, seperti Karl Marx. Atau memang kelas kita hanya sebatas kelas yang layak dicemooh. Ah, Hana, ingatkan kami memahami mukjizat ilahi dengan iman yang sejati, bukan yang imitasi.

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer