Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Sunday, July 12, 2009

Berdosakah jika Nazar Tidak Dilaksanakan?

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

Bapak pengasuh yang baik.

Apa itu nazar? Sebatas apakah suatu janji dapat disebut nazar? Jika misalnya kita mengatakan—kalau Tuhan melakukan sesuatu hal padaku, aku akan melakukan ini atau itu—apakah dapat dikatakan bahwa kita telah bernazar? Apakah Tuhan akan memberi hukuman bagi orang yang melanggar nazar?

Naek—Jakarta Barat
0856-9061xxx

==================

Nazar—adalah kata yang kemungkinan besar berasal dari bahasa Semit—bisa berarti dewa. Kata “nazar” yang ditemukan dalam Alkitab, berkaitan dengan janji seseorang kepada Allah. Nazar itu bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti:

  1. Janji melaksanakan suatu tindakan (Kejadian 28: 20-22).
  2. Janji menjauhkan diri dari se-buah tindakan (Mazmur 132: 15).
  3. Janji agar Tuhan menyatakan

pertolongan-Nya (Bilangan 21: 1-3).
Nazar sebagai janji harus dipenuhi, dan adalah dosa jika tidak memenuhinya. Itu sebab, sebelum bernazar, seseorang harus memikirkannya dengan sungguh sungguh, bukan melakukannya karena emosional (Amsal 20: 25). Bernazar atau tidak bernazar bukan dosa. Yang berdosa adalah, bernazar tetapi tidak memenuhinya.

Yefta, menjadi suatu kasus yang sangat menarik tentang nazar. Ketika dia bernazar akan memberikan apa pun yang keluar dari pintu rumahnya untuk dipersembahkan kepada Tuhan (Hakim Hakim 11: 29-40). Dalam kasus Yefta, anak perempuannya dipersembahkan sebagai “gadis yang tidak pernah mengenal laki-laki” ayat 39, (nazir Allah) yang mengabdikan diri pada Allah seumur hidupnya. Yefta, harus memenuhi nazarnya sekalipun hatinya sangat hancur (ayat 35). Untuk kasus ini, ada yang ber-anggapan seolah-olah anak gadis Yefta dibu-nuh (Alkitab mela-rang persembah-an dengan mem-bunuh anak-anak seperti kebiasaan keji pada pengi-kut Dewa Molokh (Im 18: 21, 20: 2-5, Ul 12: 31). Jadi dipersembahkan, bukan dibunuh melainkan jadi nazir Allah.

Pengkhotbah 5: 4, menga-takan: “Lebih baik engkau tidak bernazar, daripada bernazar tetapi tidak menepatinya”. Jadi, dalam Perjanjian Lama (PL) sudah tampak sangat jelas bahwa nazar bukanlah suatu keharusan, melainkan kesadaran khusus (pergumulan yang harus diper-tanggungjawabkan), pada situasi khusus, yang berlaku khusus. Dalam Perjanjian Baru (PB), kasus nazar muncul dalam Kisah 18:18 (band. 21:23), Paulus dikatakan bernazar (Yunani: euche), namun harus diperhatikan hal ini bersifat sementara dari seorang nazir (yaitu, mencukur rambut), jadi tidak dapat dijadikan model bagi orang Kristen pada umumnya.


0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer