Hidup adalah sebuah pergulatan tiada henti,
terus “berkelahi”, antara kehendak untuk hidup benar dan tidak. Kehidupan lama,
adalah hidup yang berorientasi pada diri, sementara pertobatan memalingkan kita
kepada Yesus Kristus Tuhan. Hidup bukan lagi soal apa yang aku inginkan,
melainkan apa yang Kristus inginkan. Ini terus menerus menjadi tarik menarik.
Dalam Roma 12:2, Paulus mengingatkan umat agar tak menjadi serupa dengan dunia.
Berkelahi agar menjadi berbeda, itu genderang perangnya. Umat digugat agar
terus berproses dalam pembaharuan budi. Pembaharuan oleh Roh Kudus yang
memproses diri, menuju menjadi seperti kehendak Allah sepenuhnya, berkenan dan
sempurna.
Pembaharuan budi, adalah reformasi diri, yang menghasilkan perubahan,
atau istilah populernya transformasi. Dalam perspektif umum, transformasi
menjadi kerinduan besar untuk mencapai masyarakat yang diidamkan. Transformasi
bergerak berdasarkan kekuatan ide yang ada, dan mengubah aspek yang dianggap
perlu pembaruan. Sehingga melalui perubahan yang ada, terciptalah pembaruan.
Jadi, dari transformasi dihasilkan reformasi. Inilah semangat umum. Bagaimana
dengan ke Kristenan? Dalam Kristen hal ini berjalan terbalik. Bukan dari transformasi
ke reformasi, melainkan dari reformasi ke transformasi. Reformasi, pembaharuan
yang terus menerus, yang dikerjakan bukan oleh kekuatan ide, melainkan oleh Roh
Kudus. Reformasi inilah yang menghasilkan transformasi. Seorang yang telah
diperbaharui hidupnya, akan berubah perilakunya, maka berubah pulalah cara dan
tujuan hidupnya. Inilah semangat Reformasi, yang bukan oleh diri tetapi kemurahan
Illahi.
Memperbarui diri untuk sebuah perubahan yang sejati. Bersifat permanen,
dan bukan situasional. Terus bergerak maju dalam nilai nilai tinggi yang sesuai
dengan Firman Tuhan, bukan sekedar tentang ide yang baik dan benar, yang bisa
jadi bersifat semntara. Transformasi selalu bergantung pada isu yang ada. Jika
dianggap kurang baik, maka harus dirubah sehingga ada pembaruan. Tapi
reformasi, sekali lagi, pembaharuan yang ada yang berlangsung terus menerus
menciptakan perubahan yang baik dan benar. Transformasi, sejatinya adalah
pergerakan dalam kehidupan bermasyarakat yang berbasiskan kekuatan sosial.
Reformasi, adalah pergerakan keimanan yang berbasiskan kasih karunia Allah.
Sangat berbeda bukan! Karena itu, jangan sampai gereja salah kaprah. Di isu
masa kini, ada banyak didengungkan semangat transformasi oleh gereja. Sementara
dalam ranah politik Indonesia, malah semangat reformasi yang terdengar. Ini
rancu, karena memang basis berpikirnya berbeda. Yang menjadi masalah adalah
gereja ketika salah menempatkan diri. Di era reformasi, semangat gereja adalah
kembali kepada format yang sejatinya, yaitu soal fide, sola gratia, dan soal
scriptura. Dan, semangat reformasi ini terus bergerak tiada henti sebagai
motor, sehingga lahirlah semboyan; Gereja
yang diperbaharui terus menerus.
Pembaharuan yang terus menerus ini melahirkan
perubahan-perubahan yang radikal, yang mewarnai kehidupan masyarakat dimana reformasi
hadir. Sebuah transformasi yang jelas terlihat dan terukur, sebagai hasil dari
reformasi yang terus menerus. Sayang, gereja terjebak berjalan ditempat,
sehingga reformasi macet. Gereja memimpikan perubahan, namun tidak menyadari,
apalagi memperbaiki kemacetan yang ada. Ini ironi. Sehingga gereja terjebak
merindukan transformasi, menggerakannya, padahal yang seharusnya dikerjakan
adalah reformasi yang tiada henti. Gereja tersandung kepada bungkus perubahan,
namun lalai dengan esensinya, yaitu pembaharuan oleh Roh Kudus. Ini menjadi PR
besar bagi gereja. Dibulan reformasi ada
baiknya gereja merenung ulang, semangat reformasi. Sayangnya lagi, gereja lalai,
dan telah melupakan peringatan yang ada. Jadi, bukannya membenahi semangat
reformasi, malah terjebak membangun semangat transformasi dengan mengikut pola
umum. Ah, betapa pentingnya gereja direformasi. Mari kita mulai dengan
reformasi diri, menyerahkan diri hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Selamat hari
reformasi.
0 comments:
Post a Comment