Kehidupan terus
bergulir, bergerak maju. Namun, maju belum tentu bagus. Kemajuan dalam
kejahatan misalnya, berarti kemunduran moral. Karena itu pergerakan maju harus
mempunyai arah yang pas. Begitu pula dalam pendidikan. Pendidikan sangat
signifikan dalam pembentukan kehidupan yang bertanggungjawab. Untuk itu
pendidikan harus terus berada dalam semangat reformasi. Reformasi sebagai
proses pembaruan yang terus menerus. Ecclesia reformata semper reformanda,
sebagai moto reformasi menjelaskan panggilan bagi gereja yang diperbarui, harus
terus menerus diperbarui, sehingga selalu sama dengan semangat dan tujuan
Alkitab. Dalam pendidikan, semangat diperbarui harus tetap terpatri.
Semangat yang pertama, pendidikan Kristen adalah; Misi, bukan
industri. Ini penting ditengah semarak
materialistis, dimana segala sesuatu diukur melulu dari uang. Pendidikan masa
kini telah berubah menjadi industri yang sangat menguntungkan. Pendidikan telah
menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Kemampuan instan dikembangkan menjadi
produk yang menarik. Dan celakanya, gayung bersambut, konsumen menyambarnya
tanpa mau belajar efek sampingnya. Pendidikan yang seharusnya disadari bukan
melulu ilmu, tapi juga mental, moral, dan spiritual, hilang begitu saja. Memang
pendidikan bermutu menuntut biaya tinggi, itu fakta yang tak terbantah. Namun
bukan berarti itu industri. Itu sebab jiwa misi yang militan dibutuhkan, karena
hanya dengan jiwa misi pendidikan itu hidup dan tidak kehilangan roh nya.
Semangat yang kedua, pendidikan Kristen adalah; Pengabdian, bukan
keuangan. Realita masa kini telah membuat manusia
serba berhitung, bahkan kasih sayang dan pengabdian pun dalam perhitungan. Tak
ada yang tanpa biaya. Hal ini telah merasuk pendiri sekolah, maupun pengajar.
Pendidikan dengan segera ternoda oleh cinta uang, bukan lagi cinta anak didik.
Anak didik berubah menjadi komoditi, sementara pengabdian menjadi barang
langka. Transaksi jual beli, telah mengakibatkan rendahnya, bahkan
menghilangnya rasa hormat anak terhadap guru. Jiwa pengabdian harus
dibangkitkan dan ditumbuhkembangkan, agar guru kembali dihormati dan menjadi
teladan. Disini perlu kerjasama yang terbuka antar badan pendidikan dengan
guru. Terlebih lagi pemerintah, agar tak terlalu banyak berwacana, melainkan
turun kebawah dengan karya nyata.
Semangat yang ketiga, pendidikan Kristen adalah; Kualiti, bukan
kuantiti. Bagaimanapun juga ada keterbatasan guru
dalam mengajar anak, karena itu tiap kelas dibuat sebanding antara kemampuan
guru dengan jumlah siswa. Namun kebanyakan sekolah akan menampung lebih banyak
siswa dan mengabaikan kehilangan kualitas sebagai konsekwensinya. Atau cara
yang lebih halus, terus meluluskan siswa, sekalipun tak memenuhi persyaratan
pendidikan, agar bisa menerima siswa baru dan itu berarti uang sumbangan.
Disini kuantiti kelulusan sangat tinggi, tapi kualiti tak jelas. Namun, siapa
yang peduli. Bagi sekolah itu memang keuntungan, sementara bagi siswa
menyandang predikat lulus, atau bahkan sarjana, itu menyenangkan. Ah,
benar-benar luar biasa penyelewengan yang ada. Inilah korupsi dibawah, meniru
yang diatas.
Nah, jelas sekali
pendidikan membutuhkan reformasi, terus menerus diperbarui untuk mencapai
tujuan mulianya. Meletakkan dasar kebenaran sebagai pondasi keilmuan. Reformasi
pendidikan Kristen harus melahirkan anak didik yang berilmu tinggi, beriman
teguh, berkarakter terpuji, dan berwawasan luas. Anak-anak unggulan untuk
mengarahkan jaman sejalan dengan kehendak Tuhan. Ini adalah sebuah pertarungan
yang hanya dimungkinkan jika reformasi tak padam, dan semua kita wajib menjaga,
dan terlibat didalamnya. Selamat mereformasi diri dalam pendidikan yang
seutuhnya, dan menjadi saksi Tuhan dikegelapan pendidikan dunia.
0 comments:
Post a Comment