Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Wednesday, October 7, 2009

Iman yang Kekanak-kanakan

Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================

3971306846_8b1437ca48.jpg

Pdt. Bigman Sirait

FIRMAN Tuhan dalam 1 Kor 13: 8-13, menolong kita untuk memahami kemam-puan berpikir manusia secara rohani: masih kanak-kanak atau sudah dewasa. Orang yang berpikir kanak-kanak selalu memerlukan simbol (tanda). Bagi kanak-kanak, apakah dirinya disayang papa atau mama, salah satu indikasinya adalah apakah papa-mama suka beli kue? Karena tingkat pertumbuhan rohaninya belum ada maka dia memerlukan simbol yang konkrit dan harus ada wujudnya, barulah dia memahami itu. Jadi berpikir kanak-kanak itu membuat kita terjebak pada simbol-simbol, atau nilai-nilai yang bisa menyenangkan kita.

Tetapi bagi orang yang sudah tergolong dewasa—anak SMA misalnya—kue atau mainan yang diberikan orang tuanya tidak sama dengan sayang. Bagi dia, papa sayang atau tidak, itu tergantung pada apakah papa punya waktu dengan dia, ngobrol enggak dengan dia? Dia tidak bisa disuap lagi dengan roti. Dia mulai memahami ekspresi atau pema-haman kasih sayang itu sudah lebih berwujud. Nah, di sinilah Paulus berkata: “Kasih tidak berkesu-dahan, tetapi yang lain itu, nubuat, bahasa roh, pengetahuan, itu semua akan lenyap”. Jadi kita harus belajar menggapai yang paling tinggi, yaitu kasih yang bersifat abadi itu. Itulah kedewasaan kita untuk menggapai itu. Maka orang Kristen kalau makin dewasa makin tampak cinta kasihnya, makin dewasa makin utuh kasihnya.

Orang dewasa, meski katanya sudah terima Tuhan, juga bisa berpikir kanak-kanak. Dia hanya bisa memahami kasih Kristus itu bila ada kesembuhan, mukjizat, dapat uang, dapat pekerjaan, dan sebagainya. Itu yang dipahaminya. Sulit bagi dia memahami kasih Kristus yang sudah menyelamatkan itu, apalagi misalnya dia miskin, sakit. Tetapi orang dewasa dalam iman, mau sakit kek, mau kaya kek, sehat, miskin, baginya enggak ada masalah, karena dia semakin dewasa memahami kasih Tuhan.

Jadi, kasih Tuhan itu tidak identik dengan “punya uang atau tidak punya uang”. Kasih Tuhan itu identik dengan pemeliharaan hidup, di mana kita semakin hari semakin mengerti kehendak Tuhan. Itu sebab rasul-rasul itu lain dari orang kebanyakan. Dulu Petrus itu kekanak-kanakan sekali, maunya semua serba OK, harus menang. Dan kemenangan itu dia pahami sebagai “musuhnya harus kalah”. Itu sebab, dalam jiwa kekanak-kanakan itu Petrus memenggal telinga hamba imam sampai putus, tetapi Yesus memasangnya kembali. Tetapi kemudian kita melihat bagaimana kedewasaan iman Petrus berkembang secara luar biasa, sehingga waktu diancam, dia tidak bertarung. Dia hanya berkata, “Hei imam-imam lebih baik aku taat kepada Allah daripada kalian”. Sesudah dia betul-betul masuk dalam kedewasaan iman, dia tidak lagi memenggal telinga orang. Hidupnya susah, dia tidak ribut, tetapi dia nikmati. Keluar masuk penjara dia tidak pusing, justru dia nikmati. Rasul-rasul berkata: “Kami merasa terhormat, berbahagia karena kami boleh menderita untuk Kristus”. baca selanjutnya...

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Arsip Blog

Konsultasi Teologi

VIDEO

Entri Populer