MASIH hangat di ingatan, geger besar isu agama yang meledak di berbagai tempat akibat ulah media Denmark yang memuat karikatur Nabi Muhammad. Karikatur yang dinilai oleh umat Islam sebagai pelecehan agama. Pemerintah Denmark meminta maaf, namun tak berdaya mendisiplinkan media yang menciptakan masalah dengan alasan kebebasan berpendapat yang dilindungi undang-undang (UU). Tak jelas memang, apakah juga ada UU yang melindungi orang yang merasa dirugikan, dilecehkan, menurut keyakinannya, dan bukan keyakinan si pembuat yang berpendapat. Kalau tidak, betapa naifnya. Ini kan namanya kebablasan (bukan angine tapi nalare, meminjam iklan jamu Tolak Angin ala Basuki).
Nah, sekarang di bulan suci Rahmaddan bagi umat Islam, kembali geger datang, dan, gilanya dari negeri yang sama, Denmark. Kali ini adalah sebuah organisasi pemuda, yang dalam perkemahan musim panas mengadakan acara lomba lukis karikatur Nabi Muhammad. Dan, lebih gilanya lagi, si empunya gawean, yaitu sang ketua panitia yang merasa tidak ada yang salah, alias sah-sah saja. Naif betul. Sepertinya protes keras yang merebak di seantero tempat (bahkan di beberapa tempat hingga perusakan), tak membuat mereka belajar memakai kebebasan dengan cara yang santun dan bertanggung jawab.
Rupa-rupanya orang di Denmark merasa dunia hanya Eropa, dan penghuni dunia hanya mereka saja. Kebebasan berpendapat adalah satu nilai yang harus dijunjung tinggi, namun bukan berarti tak bertepi. Kalau semua orang boleh berpendapat dengan bebas tanpa batas yang jelas, betapa mengerikannya dunia ini. Di dalam sebuah keluarga yang satu darah saja ada batasan batasan yang harus diperhatikan, jika ingin keluarga bahagia, apalagi dalam konteks dunia yang beraneka. Kebablasan, memang menjadi musuh besar persatuan manusia dan kasih sayang, yang sangat membutuhkan toleransi tinggi dan keberanian besar, untuk hidup bersama dan saling menghargai dalam keanekaan perbedaan, yang memang tidak mungkin dihindarkan.
Perbedaan, adalah kekayaan yang dianugerahkan Tuhan bagi manusia. Kekayaan yang harus disyukuri yang membuat manusia itu manusia, pemaksaan untuk bisa diterima dengan terpaksa hanyalah produk yang dekat dengan kebebasan binatang, yang memang tak berbatas. Memang susah jadi manusia, sekaligus betapa mudah menjadi binatang. Kebablasan, bisa datang dari berbagai sudut pandang, seperti; kebebasan, mayoritas, kekuasaan politik, dan juga kekuatan ekonomi. Dari sudut kebebasan yang sering kali dibumbui atas nama HAM (yang ini masih perlu diperdebatkan), tampak nyata pada kasus karikatur Nabi Muhammad.
Dari sudut lain seperti mayoritas, juga banyak disuguhkan. Yang ini, bukan di luar negeri tapi di bumi pertiwi, Indonesia tercinta. Di republik ini, orang bisa mendemo, merusak bahkan menganiaya tanpa rasa bersalah, atas nama mayoritas. Tak jelas argumentasinya kecuali jumlah yang banyak, maka sah-sah saja apa yang mereka lakukan. Di sisi lain, polisi juga seakan “tak berdaya” atas nama massa. Maka massa merasa semakin berani dan benar. Lalu, tak kurang juga yang menjadi agen moral, mendemo bahkan merusak dengan cara yang justru tak bermoral, lagi lagi, polisi hanya menyaksikan, dan, korban yang belum tentu cacat moral pun berjatuhan. Kerugian bukan saja meliputi materiil tetapi yang terbesar justru moril, Belum lagi rasa takut yang berkepanjangan. Di situasi seperti ini pun hukum tak jelas ada di mana. Lalu, dengan mudah juga akan segera terlihat betapa kekuasaan dan kekuatan akan muncul bersanding gagah untuk menggusuir kebenaran.
Dalam kasus ini, korban lumpur panas Sidoarjo terasa semakin suram statusnya. Semakin hari semakin tak jelas siapa yang membuat mereka menjadi korban, apalagi menerima ganti rugi yang tuntas. “Pemerintah seakan tak berdaya” atau dibuat tak berdaya, atau mungkin juga pura-pura tak berdaya dalam kasus ini, entahlah. Tapi yang pasti, nama tersangka dimunculkan, anak perusahaan Lapindo dijual, penanggung jawab utama semakin tak jelas. Akankah, keluarga Bakrie bertanggung jawab penuh, seperti yang diucapkan Wapres Yusuf Kalla secara terbuka dalam pertemuan dengan para korban dan diliput media, bisa jadi pegangan para korban lumpur panas Lapindo Brantas.read more...
Ditulis untuk Tabloid Reformata/www.reformata.com
Thursday, October 1, 2009
ANTARA KEBEBASAN DAN KEBABLASAN
Situs Alternatif Download Khotbah
===============================================================
0 comments:
Post a Comment