Entah berapa
kali kata ini terucap dari mulut kita, dan tak kurang pula yang singgah
ditelinga kita. Tak terbilang jumlahnya. Ironisnya, sangking seringnya kata ini
terucap, malah jadi kehilangan makna. Paling tidak, ini menjadi ucapan latah
yang terus terucap, dan mungkin kita juga terlibat didalamnya. Secara iman
kristiani istilah tahun baru tak memiliki makna khusus. Ini adalah ucapan menjelang
akhi tahun lama dan memasuki tahun yang baru. Seluruh umat manusia dimuka bumi
menikmati dan mengisi moment ini dengan bebagai cara. Bagi umat Kristen hal ini
menjadi agak ekstra penting karena kedekatannya dengan hari Natal yang jatuh
pada tanggal 25 Desember, atau 6 hari sebelum tutup tahun. Sehingga
dilingkungan gereja kesemarakan tutup tahun lebih terasa acaranya. Suasana
celeberation kental disana. Lalu bagaimana sesungguh kita sebagai umat
kristiani memaknai tahun baru ini.
Pertama tentu saja dalam sikap rasa syukur
yang mendalam karena Tuhan sudah memelihara kita sepanjang tahun yang sudah
berlalu. Dalam perjalanan hidup, dimana ada suka duka yang terjadi, namun kita
bisa melewatinya. Itu adalah pemeliharaan Tuhan yang sempurna, sehingga
kedukaanpun dibuat Nya menjadi sangat berguna bagi diri. Tak ada yang salah
dalam kedukaan, yang salah adalah sikap kita terhadap kedukaan yang merupakan
ekspresi pengenalan iman kita akan Tuhan. Ucapan syukur dalam segala hal adalah
karateristik kehidupan umat kristiani (I Tesalonika 5:16). Ini merupakan sikap
iman yang benar. Karena itu pula, sudah seharusnya umat kristiani menyikapi bahwa
tidak ada tahun yang baik atau buruk, yang ada ialah kebergantungan kepada
Tuhan dalam konteks beriman, baik atau buruk. Dalam kesetiaan kita mengikut
Tuhan, semua hari, minggu, dan tahun, berjalan sama baiknya, karena pemelihara
kita yang sama, yaitu Tuhan sang pengasih. Jadi masuki tahun yang baru bukan
dengan berharap lebih baik dari tahun sebelumnya, melainkan bersikaplah yang
benar yaitu dengan berkata pada diri, harus hidup beriman lebih baik dari
sebelumnya.
Tahun baru bukan soal kualitas waktunya, tapi soal kualitas hidup
kita. Disisi lain Alkitab juga mengingatkan, bahwa waktu-waktu yang berjalan
adalah jahat (Efesus 5:15-17). Ini menarik untuk disimak. Waktu yang jahat,
merupakan gambaran yang sangat teologis. Ya, waktu itu disebut jahat karena
merupakan tenggang waktu anatar kedatang Yesus Kristus yang pertama (sudah),
dan kedua (akan). Diantara tenggang waktu itu Alkitab memberikan gambaran bahwa
setan akan berusaha sebagai usaha terakhirnya untuk menyesatkan lebih banyak
lagi orang. Setan akan berusaha sekuat-kuatnya. Nah, bukankah ini akan menjadi
waktu waktu yang jahat, bahkan sangat jahat. Jadi, ditengah perjalan waktu
seperti ini, maka orang percaya perlu sadar diri, tahu diri, dan jaga diri,
agar tidak terperangkap oleh tipu muslihat setan. Bukankah sebuah realita yang
dengan mudah kita lihat, betapa banyaknya orang yang gagal untuk hidup benar.
Mereka terjebak pada gaya hidup yang salah, kadang menyadari bahkan menyesali,
namun ironisnya mereka tak pernah bisa menyelamatkan diri.
Oleh karena itu,
sudah semestinya orang percaya bersikap bijak, dalam menjalani waktu, sehingga
tak menjadi salah. Bukankah banyak orang justru membuat dosa baru ditengah
hiruk pikuknya acara malam tahun baru? Awas dan waspadalah, agar kita tepat
mengayunkan langkah sehingga mengukir karya ditahun yang baru. Semakin lebih
baik lagi dalam hidup mengiring Tuhan. Akhirnya selamat tahun baru, selamat
berkarya, semoga kita dalam kasih karunia Tuhan menutup tahun 2009 dengan
kesadaran diri yang tinggi dan disertai rasa syukur yang mendalam. Lalu
memasuki tahun 2010 dalam iman percaya kepada Tuhan yang menyertai tiap langkah
dan hidup sesuai kehendak Nya.
0 comments:
Post a Comment