Oleh: Pdt. Bigman Sirait
“Nenek moyang kami menyem-bah di atas gu-nung ini, tetapi kamu katakan bahwa Yerusa-lemlah tempat orang menyem-bah. Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepadaku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyem-bah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa meng-hendaki penyembah-penyembah yang demikian. Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” (Yohanes: 4- 20 – 24) Salah satu definisi “kebenaran” adalah, sesuatu hal yang sungguh-sungguh atau benar-benar ada. Dalam kesempatan kali ini kita akan mencoba menelusuri hakekat (intisari) dari kebenaran itu, supaya kita tidak mengartikan atau membangun kebenaran itu “menurut kebenaran saya” atau “menurut interpretasi saya”. Sebuah ilustrasi: pendeta bisa berkhotbah benar, tetapi hidup-nya belum tentu benar. Atau se-baliknya, ada pendeta yang hidupnya benar tetapi ajarannya tidak benar. Nah, oleh karena itu, kebenaran adalah kebenaran pada dirinya, tidak bergantung pada siapa yang mengatakan atau mengkhotbahkannya. Kebenaran adalah kebenaran pada dirinya, tidak tergantung pa-da perilaku orang yang menga-takannya. Kebenaran adalah kebenaran pada dirinya yang tidak membutuhkan dukungan dari siapa pun supaya dia menjadi benar, karena dia sudah benar pada dirinya. Alkitab benar, bukan karena orang-orang mengatakan-nya benar. Sekalipun kita sebagai orang Kristen percaya dan me-ngatakan bahwa Alkitab itu benar, bukan oleh karena pengakuan kita itu maka Alkitab itu benar. Sebab Alkitab itu benar, karena memang dia benar. Firman Allah itu benar, karena dia memang benar. Untuk lebih memahami masalah ini, mari kita merenungkan pem-bicaraan antara Yesus dengan seorang perempuan Samaria di sebuah bukit/gunung (Yohanes 4: 20-24). Dalam pertemuan dan pembicaraan ini, ada suatu scien-ce (pengetahuan) yang perlu kita tangkap, utamanya ketika Yesus memberikan sebuah pernyataan untuk menjawab/merespon pe-rempuan Samaria itu. Apa ge-rangan pernyataan dan per-tanyaan perempuan Samaria itu kepada Yesus ketika itu? “Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan Yerusalemlah tempat orang me-nyembah.” Perlu diketahui, orang Yahudi sangat bangga dengan kota Yerusalem. Sebagai pusat pe-ribadatan, Yerusalem tidak pernah sepi dari pengunjung. Kota ini selalu ramai, khususnya pada hari-hari tertentu, seperti hari raya Pentakosta,misalnya. Singkat-nya,Yerusalem sangat simbolik dan sangat penting bagi orang-orang Israel. Sementara bagi orang-orang Samaria, gunung di mana Yesus bertemu dan berbicara dengan seorang perempuan Samaria itu, kedudukannya sa-ngat penting. Sebab di gunung itulah mereka (orang-orang Samaria) menyembah Allah. Tetapi apa jawab Yesus dalam menang-gapi pernyataan perempuan itu? “Kalau mau menyembah Bapa, tempatnya bukan di gunung ini, bukan pula di Yerusalem.” Jadi Yesus mengoreksi pendapat pe-rempuan Samaria itu. Boleh saja sekelompok rabi dan orang Yahudi lainnya berpendapat bahwa Yerusalem adalah tempat Tuhan. Dengan demikian, kota itulah tempat mereka menyem-bah-Nya. Sebaliknya, boleh saja orang-orang Samaria berpendapat bahwa gunung tempat mereka menyembah itulah yang paling baik. Tetapi Yesus memberikan pengertian, bahwa bukan di gunung, bukan pula di Yerusalem tempat menyembah Allah. Karena apa? Karena Allah itu roh, yang tidak bisa dikurung atau dibatasi oleh suatu tempat, ruang, atau pun waktu. Jadi, karena Allah yang roh itu tidak bisa dikurung di suatu tempat, maka Dia bisa hadir di mana saja. Dia tidak memerlukan hakekat-hakekat atau keberadaan suatu fisik yang bisa menampung-Nya. Dia tidak memerlukan sebuah kota yang bernama Yerusalem atau bukit sebagai tempat ber-semayam. Dia tidak bisa diikat oleh waktu. Dia melintasi semuanya, Dia mengatasi semuanya. Membenarkan yang Tidak Benar
Apa yang hendak dikatakan di sini? Ketika Kristus mengungkap-kan sebuah hakekat kebenaran sejati, hal itu menjadi sebuah ledakan yang sangat mengejut-kan bagi semua orang. Kebenaran itu memang sesuatu yang sangat luar biasa. Oleh karena itulah kita harus berani menaklukkan diri ketika kita mau memahami ke-benaran itu, bukan bergagah diri dengan berdiri di depan kebena-ran lalu mencoba membedah kebenaran itu menurut selera dan memberikan titik point: mana yang penting dan tidak, mana yang benar atau tidak. Barang siapa mau melakukan ini, dia akan gagal, tidak akan mendapatkan apa-apa. Jadi, kebenaran tidak dikurung oleh ruang dan waktu. Kebenaran tidak memerlukan pengakuan dari orang-orang tentang apakah dia benar, karena kebenaran itu memang sudah benar pada diri-nya. Kebenaran bisa ada dan pergi ke mana saja. Kebenaran itu adalah pengenalan akan Bapa itu. Maka orang hanya bisa mengenal Allah di dalam roh dan kebenaran. Roh tidak terkurung oleh ruang dan waktu. Kebenaran adalah hakekat daripada kebenaran itu sendiri. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Akulah jalan dan ke-benaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yohanes 14: 6). Maka waktu Yesus mengatakan bahwa Dia itu adalah “kebenaran”, sang firman yang hidup itu, Dia bukan saja sang kebenaran itu sendiri, tetapi dia juga membenarkan, membuat sesuatu yang tidak benar menjadi benar, membuat orang yang tidak benar menjadi benar. Sebab ke-benaran yang benar ada pada diri-Nya. Kebenaran yang sejati itu ada pada diri Yesus. Sehingga manifes-tasi kebenaran itu sangat aktual, bukan sekadar teori. Maka, pandanglah Yesus, Anda akan tahu bahwa Dia-lah kebena-ran sejati itu. Kepada murid-mu-ridnya, seperti tertulis dalam Yohannes 14: 8 Yesus berkata “…Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa...” Maksud-nya, jika Anda ingin melihat ke-benaran yang sejati itu, lihatlah Yesus, maka Anda sudah melihat kebenaran itu. Dengan men-dengarkan kata-kata Yesus, maka kita sudah mendengarkan kebe-naran. Itulah adalah suatu hal yang sangat luar biasa, yang diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya, dan perlu kita pikirkan bersama-sama.* (Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)
“Nenek moyang kami menyem-bah di atas gu-nung ini, tetapi kamu katakan bahwa Yerusa-lemlah tempat orang menyem-bah. Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepadaku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyem-bah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa meng-hendaki penyembah-penyembah yang demikian. Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” (Yohanes: 4- 20 – 24) Salah satu definisi “kebenaran” adalah, sesuatu hal yang sungguh-sungguh atau benar-benar ada. Dalam kesempatan kali ini kita akan mencoba menelusuri hakekat (intisari) dari kebenaran itu, supaya kita tidak mengartikan atau membangun kebenaran itu “menurut kebenaran saya” atau “menurut interpretasi saya”. Sebuah ilustrasi: pendeta bisa berkhotbah benar, tetapi hidup-nya belum tentu benar. Atau se-baliknya, ada pendeta yang hidupnya benar tetapi ajarannya tidak benar. Nah, oleh karena itu, kebenaran adalah kebenaran pada dirinya, tidak bergantung pada siapa yang mengatakan atau mengkhotbahkannya. Kebenaran adalah kebenaran pada dirinya, tidak tergantung pa-da perilaku orang yang menga-takannya. Kebenaran adalah kebenaran pada dirinya yang tidak membutuhkan dukungan dari siapa pun supaya dia menjadi benar, karena dia sudah benar pada dirinya. Alkitab benar, bukan karena orang-orang mengatakan-nya benar. Sekalipun kita sebagai orang Kristen percaya dan me-ngatakan bahwa Alkitab itu benar, bukan oleh karena pengakuan kita itu maka Alkitab itu benar. Sebab Alkitab itu benar, karena memang dia benar. Firman Allah itu benar, karena dia memang benar. Untuk lebih memahami masalah ini, mari kita merenungkan pem-bicaraan antara Yesus dengan seorang perempuan Samaria di sebuah bukit/gunung (Yohanes 4: 20-24). Dalam pertemuan dan pembicaraan ini, ada suatu scien-ce (pengetahuan) yang perlu kita tangkap, utamanya ketika Yesus memberikan sebuah pernyataan untuk menjawab/merespon pe-rempuan Samaria itu. Apa ge-rangan pernyataan dan per-tanyaan perempuan Samaria itu kepada Yesus ketika itu? “Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan Yerusalemlah tempat orang me-nyembah.” Perlu diketahui, orang Yahudi sangat bangga dengan kota Yerusalem. Sebagai pusat pe-ribadatan, Yerusalem tidak pernah sepi dari pengunjung. Kota ini selalu ramai, khususnya pada hari-hari tertentu, seperti hari raya Pentakosta,misalnya. Singkat-nya,Yerusalem sangat simbolik dan sangat penting bagi orang-orang Israel. Sementara bagi orang-orang Samaria, gunung di mana Yesus bertemu dan berbicara dengan seorang perempuan Samaria itu, kedudukannya sa-ngat penting. Sebab di gunung itulah mereka (orang-orang Samaria) menyembah Allah. Tetapi apa jawab Yesus dalam menang-gapi pernyataan perempuan itu? “Kalau mau menyembah Bapa, tempatnya bukan di gunung ini, bukan pula di Yerusalem.” Jadi Yesus mengoreksi pendapat pe-rempuan Samaria itu. Boleh saja sekelompok rabi dan orang Yahudi lainnya berpendapat bahwa Yerusalem adalah tempat Tuhan. Dengan demikian, kota itulah tempat mereka menyem-bah-Nya. Sebaliknya, boleh saja orang-orang Samaria berpendapat bahwa gunung tempat mereka menyembah itulah yang paling baik. Tetapi Yesus memberikan pengertian, bahwa bukan di gunung, bukan pula di Yerusalem tempat menyembah Allah. Karena apa? Karena Allah itu roh, yang tidak bisa dikurung atau dibatasi oleh suatu tempat, ruang, atau pun waktu. Jadi, karena Allah yang roh itu tidak bisa dikurung di suatu tempat, maka Dia bisa hadir di mana saja. Dia tidak memerlukan hakekat-hakekat atau keberadaan suatu fisik yang bisa menampung-Nya. Dia tidak memerlukan sebuah kota yang bernama Yerusalem atau bukit sebagai tempat ber-semayam. Dia tidak bisa diikat oleh waktu. Dia melintasi semuanya, Dia mengatasi semuanya. Membenarkan yang Tidak Benar
Apa yang hendak dikatakan di sini? Ketika Kristus mengungkap-kan sebuah hakekat kebenaran sejati, hal itu menjadi sebuah ledakan yang sangat mengejut-kan bagi semua orang. Kebenaran itu memang sesuatu yang sangat luar biasa. Oleh karena itulah kita harus berani menaklukkan diri ketika kita mau memahami ke-benaran itu, bukan bergagah diri dengan berdiri di depan kebena-ran lalu mencoba membedah kebenaran itu menurut selera dan memberikan titik point: mana yang penting dan tidak, mana yang benar atau tidak. Barang siapa mau melakukan ini, dia akan gagal, tidak akan mendapatkan apa-apa. Jadi, kebenaran tidak dikurung oleh ruang dan waktu. Kebenaran tidak memerlukan pengakuan dari orang-orang tentang apakah dia benar, karena kebenaran itu memang sudah benar pada diri-nya. Kebenaran bisa ada dan pergi ke mana saja. Kebenaran itu adalah pengenalan akan Bapa itu. Maka orang hanya bisa mengenal Allah di dalam roh dan kebenaran. Roh tidak terkurung oleh ruang dan waktu. Kebenaran adalah hakekat daripada kebenaran itu sendiri. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Akulah jalan dan ke-benaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yohanes 14: 6). Maka waktu Yesus mengatakan bahwa Dia itu adalah “kebenaran”, sang firman yang hidup itu, Dia bukan saja sang kebenaran itu sendiri, tetapi dia juga membenarkan, membuat sesuatu yang tidak benar menjadi benar, membuat orang yang tidak benar menjadi benar. Sebab ke-benaran yang benar ada pada diri-Nya. Kebenaran yang sejati itu ada pada diri Yesus. Sehingga manifes-tasi kebenaran itu sangat aktual, bukan sekadar teori. Maka, pandanglah Yesus, Anda akan tahu bahwa Dia-lah kebena-ran sejati itu. Kepada murid-mu-ridnya, seperti tertulis dalam Yohannes 14: 8 Yesus berkata “…Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa...” Maksud-nya, jika Anda ingin melihat ke-benaran yang sejati itu, lihatlah Yesus, maka Anda sudah melihat kebenaran itu. Dengan men-dengarkan kata-kata Yesus, maka kita sudah mendengarkan kebe-naran. Itulah adalah suatu hal yang sangat luar biasa, yang diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya, dan perlu kita pikirkan bersama-sama.* (Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)
0 comments:
Post a Comment